Cetak Sejarah! Perdana, Santri MI Al Ma’had An Nur Tes 30 juz
Humaira Nur, atau biasa dipanggil dengan sebutan Aira. Ia adalah salah satu santri MI Al Ma’had An Nur yang lahir di Batam, 2 maret 2009 dari pasangan bapak Hasyim Nur dengan ibu Santiurma. Dari 4 saudaranya, ia adalah anak kedua. Terlahir sebagai anak kedua, dengan didikan yang disiplin dari orang tuanya ia berhasil tumbuh menjadi pribadi yang ulet dan pantang menyerah.
Aira masuk ke MI Al Ma’had An Nur di tahun 2017. Aira salah satu santri pindahan dari SDIT At Taubah Batam yang kemudian masuk ke MI Al Ma’had An Nur dan langsung meneruskan di bangku kelas tiga.
Senin, 5 April 2021 mungkin menjadi hari yang paling bersejarah dan akan terus dikenang bagi santri yang sekarang duduk di kelas VI itu, dan mungkin juga bagi ustaznya dan teman-temannya. Kenapa? Karena di hari itu ia berhasil melaksanakan tes peringkat tahfiz 30 Juz bilhifzi.
Untuk sampai dipencapaian puncak tidaklah mudah, ia lewati segala rintangan yang pernah menghadangnya. Salah satunya, ketika ia diharuskan bolak-balik kontrakan ke pondok untuk bisa setor hafalan ke ustazahnya. Awalnya ia ikut mukim di asrama, kemudian jelang 2 tahun karena kehendak orang tua, ia tinggal sementara dikontrakan bersama ibu dan adiknya.
Sama seperti pada umumnya, apalagi di usia yang masih dini, rasa malas, bosan, dan ingin bermain selalu ia rasakan. Dia juga mengungkapkan, saat masa hafalan ia sering menangis. Uminyalah yang terus memotivasi Aira untuk selalu bersemangat menghafal. Terkadang ketika badmood-nya hadir Uminya mengajak jalan-jalan keluar untuk menghilangkan rasa kejenuhan itu.
Dengan kerja keras, doa serta bimbingan dari ustazah serta ibunya, santri asal Batam ini mampu menyelesaikan hafalan Al-Qur’an selama 3 tahun di MI Al Ma’had An Nur. Waktu yang sangat singkat untuk kalangan di usianya apalagi ia memulai hafalan dari awal semenjak pindah dari sekolah sebelumnya.
Di mata ustazah Ulum selaku dewan juri tes tahfiz 30 Juz menuturkan, bahwa dalam rangkaian tes peringkat tahfiz 30 juz untuk acara Haflah Akhirussanah tahun ini, Aira adalah peserta yang paling kecil, malah menjadi peserta pertama yang berhasil tes 30 juz bilghaib. Istimewanya, sepanjang sejarah Haflah Khatmil Qur’an di Pondok Pesantren An Nur mungkin dia salah satu peserta yang paling dini dan semoga ini menjadi tonggak munculnya bibit-bibit khatimin-khatimat khususnya di jenjang usia yang masih dini.
Selain itu, ustazah Ulum dan Falah juga menuturkan sedikit cerita ketika tes berlangsung, “Selama Aira menyelesaikan tes 30 Juz dalam bahasa Jawanya sak lungguhan atau dalam satu waktu, banyak tingkah kocaknya yang membuat kami merasa terheran-heran bahkan merasa insecure dibuatnya.”
“Ketika dia sudah mulai loyo membaca juz per juz nya, kemudian saya nyeletuk bilang ‘tarik nafas, Ai,’ dia jawab ‘nggak ngaruh mbak aku tarik nafas’ kemudian, saya tawarin minum ‘minum dulu, Ai’ dengan wajah ditekuk cemberut bagai marmut, dia menimpali “alah, nggak ada ngaruhnya pun kalo aku minum”. Lanjut Ulum.
“Hmmm..di situ, kami
yang nyimak sudah bingung gak karuan harus bertingkah gimana lagi, agar mood-nya dia kembali bagus. Karena, bagaimanapun
caranya kami harus membimbing dan membantu sampai dia selesai 30 juz bilhifdzi.” Tutup Ulum
Ada lagi cerita lain dari ustazah Falah, selaku Juri kedua. Salah satunya, ketika disela-sela istirahat ditanya oleh ustazah Falah “Aira, capek nggak?” dengan antusias dia menjawab “Ya, nggak tak capek-capekin mbak” diiringi dengan tawanya.
“Dari situ kami hanya mringis terharu, kita aja yang udah tua capek, tapi dia yang anak kecil aja dengan semangatnya gak mau dibuat capek. Dia sudah terbiasa berinteraksi dengan Al-Quran, menurut cerita dari Aira sendiri, sebelum dia disimak gelondongan 30 juz bilhifzi, dia sudah terbiasa murojaah 5 juz per harinya dengan di simak Umminya. Bahkan, 2 hari sebelum dia melaksanakan tes 30 juz bilhifzi sudah disimak 15 juz-an oleh umminya. Masyaaallah” pungkas Falah.
Dari Aira, kami banyak mendapat pelajaran hidup. Yang paling menonjol adalah semangat yang pantang menyerah dalam menyelesaikan tes 30 Juz bilhifzi. Selain itu, pembiasaan mudarosah per hari sebagai usaha untuk menjaga kualitas hafalan. Seperti maqolah simbah K.H. Nawawi Abdul Aziz yang berbunyi, “Ojo ngimpi Qur’anmu lanyah, yen nderes wae wegah” yang artinya jangan bermimpi ngajinya lancar, kalau mudarosah saja tidak mau.
Yang nderes aja belum tentu lanyah atau lancer, apalagi yang nggak nderes(?)
Satu pesan dari Aira teruntuk teman-temannya, “Teruslah menghafal jangan sampai berhenti, buatlah kegiatan hafalan itu menjadi menyenangkan. Agar kita bersemangat dan sungguh-sungguh, harus punya target dan cita-cita yang tinggi, karena MAN JADDA WAJADA”.
Subhanalloh…baarokallooh…