Lomba Cerpen 4: MUALAF
Ramadhan ini adalah Ramadhan yang berbeda untukku. Karena aku Fathimah Azzahra, sedang mencari ilmu di negeri Tirai Bambu. Tepatnya di negeri China. China adalah kiblat perdagangan dunia. Hampir semua produk buatannya menyebar di penjuru dunia.
‘Carilah ilmu sampai negeri China’. Pepatah Arab tersebut menghantarkanku sampai disini..
Impianku adalah menjadi pengusaha pakaian terbaik di Indonesia. Menjadi pengusaha berakhlaqul karimah sesuai motto pondok pesantrenku, ‘ilmiah,amaliyah,berakhlaqul karimah’. Akan kupimpin Indonesia kehadapan dunia dengan menjunjung tinggi kejujuran dan menghasilkan produk berkwalitas tinggi adalah tujuanku membangun bisnis.
Berpuasa di negeri orang bukanlah hal mudah, disini durasi berpuasa umat muslim Indonesia bertambah lebih lama empat jam, menjadi enam belas jam. Juga karena mayoritas penduduknya menganut agama Tionghoa, membuatku mencari makanan halal untuk sahur dan berbuka jauh lebih susah.
Aku berdiam lama menatap langit yang luas. Hamparan awan putih memenuhi angkasa raya. Kuucap pujian kepada Allah yang Maha Esa. Memuji ciptaannya yang begitu indah dan bersyukur atas nikmat hidup yang tak ada habisnya.
Mataku menjelajah mencari orang yang kutunggu sejak tadi.
“Ra!.“ suara berat seorang pria berkebangsaan Korea muncul dari arah Barat taman dengan mengendarai sepedanya.
Dia adalah Jaehyung, mahasiswa fakultas kesenian yang kukenal setengah tahun lalu. Pertemuanku dengannya bisa dibilang agak aneh. Akan kuceritakan pertemuanku dengannya.
Suatu ketika saat aku sedang duduk dibawah pohon rindang untuk mentadarus hafalan saat itu pula ia datang dengan raut muka heran. Bukannya sapaan yang dia lontarkan melainkan pertanyaan yang bisa dibilang sedikit mengocok perut.
“Permisi, apa itu handuk yang ada dikepalamu? “ tanyanya polos padaku dengan jari telunjuk yang menuding kearah kepalaku yang kulingkarkan pashmina berwarna coklat.
Aku tersenyum samar. Sudah berulangkali pertanyaan itu ditujukan padaku. Sebanarnya aku heran juga, apakah aku adalah perempuan berhijab seorang di Universitasku?.
Kututup Al-Qur’an ditanganku. Membuka mulut-menjelaskan.
“Ini?.” Mengangkat pundak. “Bukan, ini adalah kain penutup yang dikenakan wanita muslim untuk menutup aurat kami.”
Jaehyung ber’ah’ paham. Kukira jawabanku cukup membuatnya puas. Ternyata belum, pertanyaan baru muncul saat aku mulai membaca ta’awudz akan memulai tadarus.
“Apa itu aurat?. Dan terletak dimana itu?.”
Aku sedikit bingung, bagaimana aku akan menjawab pertanyaannya?. Pada akhirnya aku berdiri, mengeluarkan note berukuran kecil dari tas lalu menuliskan nomorku pada note tersebut. Menyerahkannya sopan seraya berkata, “Kau bisa menghubungi nomor itu jika masih ingin bertanya. Sekarang aku harus pergi, permisi.” Tanpa menatap, aku segera pergi.
Sejak saat itu Jaehyung terus mengirimiku pesan. Bertanya lebih dalam mengenai Islam. Membuka tabir kepercayaan. Seketika aku menjadi pendakwah dadakan. Mulai dari menjelaskan rukun Islam dan Iman. Menjelaskan siapa Allah.SWT. dan nabi Muhammad.SAW. Sampai menjelaskan mengapa kita wajib melaksanakan sholat lima waktu dan berpuasa Ramadhan.
Jaehyung turun dari sepedanya. Menghampiriku dengan wajah riang dengan koko putih berlengan pendek.
“Hei, cepatlah. Apakah kau lupa hari ini adalah hari Ramadhan pertama bagiku?. Walaupun aku tak sah menjalankannya tapi aku sudah menyiapkan diri untuk berpuasa. Kau sudah janji akan mengantarkanku ke Masjid Niujie tempat beribadah umat Islam tertua di Beijing.”
Aku mengulum senyum, turut bahagia dengan partisipasinya berpuasa. Teringat pengakuannya yang tertarik untuk memperdalam Islam.
“Baiklah, akan kuantar kau kesana.” Aku bersiap. Mengenakan helm pengaman, menggenggam stang ditangan.
Udara perkotaan yang bisa dibilang cukup bersih masuk kedalam organ pernapasan. Udara segar adalah nikmat Tuhan yang paling kudamba. Jarang udara sebersih ini kuhirup di negara sendiri.
Sesampainya di masjid, aku menemui takmir masjid. Menjelaskan maksud dari kedatangan kami. Meminta beliau menjelaskan sejarah dibangunnya gedung tua ini. Jaehyung mendengarkan penjelasan dengan saksama. Blitz kameranya berpendar di seluruh penjuru masjid. Saking antusiasnya sampai-sampai Jaehyung mengabadikan semua kegiatan jamaah disana.
Tak terasa hari sudah petang, sudah saatnya kita pulang. Kegiatan kita akhiri dengan mencari makanan untuk berbuka. Di sekitar sini ada sebuah restaurant Halal yang cukup terkenal bernama Jubao Yuan. Terletak di jalan 5-2 Commercial Building 1, Nuijie Xili, Xuanwu Distric.
“Bagaimana perasaanmu hari ini Jae?. Apakah perjalanannya menyenangkan?.”
Jaehyung yang sedang asyik menengok hasil jepretannya segera menghentikan kegiatan.
“Sangat bahagia. Tak cukup menyenangkan, ini sangat luar biasa!.”serunya dengan gembira.
Seketika, perasaan yang tadinya sedih karena tak ada sanak saudara yang menemani diriku berpuasa kini tak terasa tergatikan dengan perasaan bahagia. Perasaan susah tergantikan menjadi mudah.
Suara adzan berkumandang di penjuru kota Beijing. Pengunjung restauran mengucap puji syukur atas nikmat yang telah Allah berikan. Dapat melaksanakan puasa dengan lancar.
Di hari berikutnya aku dan Jaehyung memutuskan pergi mengunjungi sebuah objek wisata untuk menikmati senja dan juga menunggu adzan berbuka. Serta melantunkan pujian kepada Allah Yang Maha Kuasa atas segala nikmatnya yang tak terhingga.
Tak terasa kita sudah di penghujung bulan yang suci ini. Jaehyung mengenal Islam lumayan dalam. Dan agaknya ada hal besar yang ia rencanakan. Aku mengetahuinya lima hari yang lalu. Saat sedang mentadaburi alam ia berucap,
“Ra, titipkan salamku pada Tuhanmu yang sebentar lagi akan kusebut pula nama-Nya disepertiga malamku.”
Aku menoleh, merasa ada yang aneh dengan perkataannya. Aku berusaha mencari kebenaran dalam setiap katanya. Tapi aku tak cukup berani bertanya mengenai hal tersebut. Aku hanya memintanya untuk mengatakan salam yang ingin ia sampaikan.
“Ciptaan-Mu begitu sempurna wahai Tuhan Yang Maha Esa. Yang menciptakan langit serta bumi dan seisinya. Dan sampaikan pula bahwa aku sedang jatuh cinta pada ciptaan-Nya yang begitu indah didepan mata.”
Jaehyung kini menoleh menatapku. Dengan pandangan yang tak seperti biasanya. Aku bingung apakah perkataannya ditujukan untukku atau pemandangan di depan sana?.
Cepat-cepat kualihkan pandangan. Mengatur deru nadi yang mulai tak terkondisi. Aku menjawab tanpa mengubah posisi.
“InsyaAllah, akan kusampaikan.”jawabku berusaha tenang.
Setelah kejadian itu, saat aku bertemu dengannya, aku memilih tak membahas sedikitpun perkataannya. Tak sedikitpun berbicara padanya. Bukan karena aku ingin menghiraukannya, tapi aku takut ada rasa lain didalam hati. Menumbuhkan syahwat yang dilarang Illahi.
###
Akhirnya bulan Syawal telah tiba. Kukenakan pashmina putih diatas mahkota indahku. Berjalan diatas jalanan yang diberkahi disetiap langkahku. Menunaikan sholat sunnah hari Raya Idul Fitri di masjid Nuiji. Setelah itu kembali ke rumah untuk bermaaf-maafan dengan sanak dan kerabat menggunakan via video call.
Sebuah pesan masuk, kubaca siapa pengirimnya. Pesan itu dikirim oleh Jaeuhyung. Aku hampir tak mengingatnya. Aku segera membuka pesan itu, bermaksud meminta maaf padanya karena bisa dibilang telah mencampakkannya.
‘Selamat hari Raya Idul Fithri Fathimah Azzahra. Kutunggu kau di pelataran Masjid Nuijie.’
Sepenggal pesannya membuatku spontan kembali pergi ke masjid.
Sesampainya disana, aku segera berlari memasuki pelataran masjid. Mencari sosoknya diantara jamaah yang berkunjung. Mencari sang pengirim pesan beralasan.
Sesosok pria paruh baya mengenakan kopyah putih mendekatiku. Mengucapkan salam lalu menyerahkan sebuah benda seukuran tafsir berwarna pink. Aku tak yakin untuk menerimanya. Tapi pria paruh baya tersebut meyakinkanku bahwa pemberian itu bukan darinya. Tetapi dari seseorang yang kukenal. Dengan wajah bingung aku segera menerimanya lalu membuka benda tersebut.
Benar itu Al-Qur’an dengan terjemah berbahasa China. Terselip ditengahnya sebuah surat tertanda, Muhammad Al-Fatih. Kubaca surat tersebut dengan perasaan tak karuan.
###
Teruntuk,
Ciptaan Allah yang paling indah, Fathimah Azzahra.
Akan kubuka surat ini dengan kabar gembira atas berpindahnya aku dari agamaku yang semula. Assalamu’alaikum Zahra. Kemarin, tepatnya dua hari sebelum Hari Raya Idul Fithri tiba aku telah mengislamkan diri di masjid pertama yang pernah kukunjungi bersamamu dengan disaksikan oleh berpuluh-puluh jamaah yang hadir.
Kupilih nama khalifah Islam kegemaranmu, Muhammad Al-Fatih. Nama Sang Khalifah yang terpilih.
Terimakasih atas segala hal yang pernah kau ajarkan. Setelah ini, aku akan pergi jauh ke ufuk Timur dunia. Dimana peradaban Islam bermula. Akan kutimba ilmu bersama panasnya gurun Sahara. Do’akan ku di sujud terakhir di sepertiga malammu agar mendapat kesabaran dan keteguhan disetiap jalanku menuju keimanan dan ketakwaan.
Maaf tak memberitahumu tentang hal ini. Kurasa kau sedang tak enak hati denganku. Kutunggu sampai hari ini tiba. Hari yang pas untuk meminta maaf. Hari yang pas untuk bersuka cita.
Satu hal lagi sebelum kututup surat ini. Raihlah cita-citamu setinggi angkasa dan jadilah seperti apa yang orangtuamu damba. Simpanlah foto-foto ini bersamamu dan akan kuambil suatu hari nanti saat aku berkunjung kerumahmu untuk memintamu sebagai wanita syurgaku. Selamat tinggal wahai bungaku.
Tertanda,
Muhammad Al-Fatih.
Kupeluk surat itu dalam dada. Memeluknya erat dibawah sinar Sang surya. Takbir tak henti-hentinya berkumandang dalam batin. Air mata haru tak terasa menggenang di pelupuk mata. Ku berdo’a disetiap tetes air mata. Mengingat-Nya yang telah memberikan hidayah pada siapapun yang ingin mengetahui kebenaran-Nya. Berharap akan dipertemukan kembali dengan hamba-Nya yang bertahta pada singgasana cintaku, Fathimah Azzahra.
______________________________
Nama: Flat._.Me/ Masyithoh Azzahra
Komplek: Khodijah