Lomba Cerpen 6: MEREKA BELUM MELIHAT MASA DEPANKU, AKU PUN
Aku memohon pada tuhan agar ku selalu diberi hati yang bahagia. “ya Allah, berilah kepadaku kebahagiaan dunia akhirat, untuk orang tuaku pula… amin”
Kesunyian malam menjadi saksi bisuku. Dikala aku sedang bingung, sedih, bahagia, bahkan menangis. Dunia ternyata sangat indah. Tidak ada kesamaan sama sekali. Semua berbeda. Setiap orang berbeda karakter, pemikiran, dan nasib. Dan aku terlalu peka akan itu semua. Tak jarang, akhirnya aku mudah bahagia dan mudah bersedih. Dan nasib aku apakah malang? Betapa kufunya aku.
Pukul 01.00 WIB, waktu dimana hati aku mengekspresikan segalanya. Siang tadi aku terjebak tipu daya temanku. Buku-bukuku basah dan rusak. Sedangkan baju aku robek tak wajar. Itu salahku. Kenapa ku begitu bodoh. aku yang tidak hati-hati. Sarah Memintaku untuk mengambilkan bulpen yang jatuh dipinggiran comberan.
Comberan yang tidak terlalu banyak air dan dipagar dengan bambu yang kuat. Coba saja aku hati-hati. Pasti aku mala m ini bisa bahagia. Teman-temanku tidak menolongku. Justru mereka kabur. Sarah pun tak ketinggalan. Mungkin dia ada kesibukan, jadi tidak sempat menolongku.
Ada suara keruyuk perut. Perut siapa malam-malam begini? Hah, itu perutku. Aku sampai lupa kalau aku punya cacing-cacing diperut. Sedari waktu berbuka puasa aku hanya makan kurma 3 biji. Tak sempat makan. Bukannya tak sempat, lebih tepatnya kehabisan nasi. Di asrama tentu siapa cepat dia dapat.
Teman sekamarku mengambilkan jatah nasi, tetapi salah satu dari mereka lupa kalau itu jatahku. Semua sudah habis. Sudahlah tak a pa. air putih paling penting. Aku tak pernah lepas dari botol tupperwere pink. Pemberian almarhum kakekku. Aku memberinya nama Pincay. Pincay teman sejatiku. Terimakasih Pincay, selalu ada.
Untung saja stok air minum masih ada. Kalau tidak nanti aku bingung dong. Aduh, nyerinya punggung aku. Tadi siang memang sempat kebentur beton pinggiran comberan setelah bajunya tersangkut pagar. Lebam. Tapi taka pa, Cuma sebesar koin 500 rupiah.
“ya allah, aku tak tau harus bagaimana. Ini bulan keberkahan, yang engkau selalu janjikan akan balasan terindah bagi orang yang melakukan kebaikan. Orang tuaku jarang menghubungiku, kakakku pun sekedar menghubungi, kalo bapak ibu kirim uang. Teman-temanku selalu membuatku belajar menjadi orang baik. Aku selalu semangat mengaji, belajar dan melakukan kegiatan asrama. Aku punya banyak teman sekolah. Teman sekolah ya allah. Aku mohon beri aku teman sejati. Aku hanya bisa diam. Namun ingin selalu tersenyum. Aku benar-benar lemah. Sekarang punggungku sakit. Ini bukan yang pertama kalinya aku rasakan ya allah. Ini adalah kesekian kalinya aku menjadi orang bodoh, aku mohon kebahagiaan dunia akhirat kepadaMu ya tuhanku.“
Menetes lagi dan lagi air mata ini. Hidup yang selalu bersedih bukankah termasuk hidup yang kurang bersyukur?, so, kenapa diri ini hanya bisa menangis karena memikirkan tentang diri dan orang lain. Aku seorang pendiam. Pendiam yang selalu tersenyum, dan selalu tidak enak hati jika tidak membantu teman. Tapi sang pencipta masih ingin aku lebih belajar lagi tentang sebuah kesabaran.
Pincay berdiri tegak didepan ku. Aku berbaring dan masih dengan air mata mengalir. Aku berpokir bahwa aku sedang dibully. Dbully bukankah suatu nasib terburuk dalam bersosial?. Dan sekarang aku sedang mengalaminya? Lalu apakah aku harus memberikan harga diriku ini kepada orang-orang.
Yang biasa mempermainkanku? Bodohnya aku selalu tersenyum ketika mereka mempermainkan dan meremehkanku. Apa akabar orang tuaku kalau mereka tau anaknya tidak punya harga diri mahal. Melihat anaknya biasa menangis karena teman, melihat anaknya menangis karena selalu disakiti teman.
Melihat anaknya sering dengan bagian tubuh yang lebam. Tapi si anak tetap mau tersenyum ramah. Apa perasaan orang tua. Bagaiamana mereka mengatur nafas kagetnya. Anak adalah cerminannya. Darah dagingnya bahkan. Sakit lah, masa tidak.
Di saat aku ingin bercerita, mereka semua mencemooh. Tak percaya juga. Disaat mereka nganggur, aku selalu harus nurut dengan yang mereka inginkan. Terkadang ada yang senang bercerita denganku, tapi dia juga senang menyakitiku. Ketika berjalan, pura-pura diinjek kakiku. Baju-bajuku serng hilang. Apalagi buku-buku dan seragam. Ini kenapa ya tuhan.
Tapi kenapa semua ini terjadi padaku. Kolotnya aku. Bodohnya aku. Mereka yang sering menyakitiku mengapa selalu bisa tertawa bahagia. Ini tidak adil. Tapi aku tak ingin memaksa tuhan memberi keadilan secepat itu. Bersabar, dan bersabar.
Ah sudah, tidak ada hentinya kalau memikirkan hal yang sudah terjadi. Walaupun itu menyakitkan. Hanya bisa dipelajari saja. Sekarang sudah pukul 01.45 WIB. Tak terasa sudah lumayan panjang merintih. Aku takut dengan adanya aku yang selalu menangis justru membuat allah tidak suka padaku. Tapi bagaimana lagi. Aku masih belajar menjadi orang, yang termasuk manusia berharga.
Ini Ramadhan terakhirku di asrama Abadi. Besok aku titidak kembali lagi. Aku mau kuliah. Harapanku, allah memberikan kebaikan kepadaku. Sudah biasa tersakiti, maka harus lebih biasa menghadapi lika-liku hidup.
“ allahu akbar.. allahu akbar …allahu akbar,.. laailaha illa allahu wa allahu akbar, …allahu akbar wa lillahil hamd”
Syukurlah, lebaran kali ini bisa bersama orang tua dan kerabat. Ini pertama kali kami berkumpul lengkap satu keluarga besar. Tante, om, bibi, paman, nenek, dan semuanya berkumpul setelah 4 tahun aku hanya lebaran bersama nenek. Terharu. Semua bahagia. Aku belum pernah meraskan kebahagiaan ini.
Semua orang memberikan senyuman. Tak ada yang sedih. Paling yang ada menangis karena haru. Semua ceria. Tak ada yang menatapku sinis, taka da yang menginjakku, tak ada yang meminta mengambilkan semua barang-barangnya, taka da yang menertawakan ketika aku sedang duduk. Ini dunia yang selama ini aku cari. Trimakasih ya tuhan.
“ kakak, maaf ya, ibu baru bisa pulang tahun ini. Tapi selama ini kakak bahagia kan ya?”
“iya ibu, alhamdulillah, bahagia,” rasa ingin menangis lagi kalau teringat punggung lebam, tangan keplintir, kaki biasa diinjak.
“Pokoknya kak, jadi perempuan itu harus kuat. Hebat, mandiri. Jangan pernah jadi perempuan yang hanya bisa diam. Bergeraklah selagi itu benar. kalau ada yang menyakiti, biarin aja, tapi kalo udah kebangetan, harus diurus itu kak. Belajar terus menjadi orang dewasa ya kak”
“i…i…iya ibu” aku langsung memeluk ibuku erat-erat.
Baiklah, yang lalu biarlah berlalu, besok harus menjadi pribadi yang hebat dan lebih baik lagi.
Jangan pernah resah dengan perjuangan kita. Bahkan ketika orang-orang menyakiti. Biarkan saja. Habis gelap terbitlah terang. Ini hukum alam. Pasti adanya. Allah pasti menjamin.
Aroma ruangan yang harum. Suasana yang sangat menyenangkan. Kursi yang sangat empuk. Layar monitor yang sangat besar. Sekarang aku sedang ada di ruang rapat duta social pemuda, perwakilan dari Indonesia. Angin AS ternyata panas. Tapi kalau malam dingin betul. Indahnya Tarik nafas dengan senyuman. Pincay masih setia, dia masih selalu menjadi yang selalu ada. Trimakasih Pincay.
Terimakasih tuhan, engkau telah mengatur hidupku dengan begitu indah dan membuatku harus selalu bersyukur. Tidak perlu khawatir menghadapi segala yang ada. Jalani saja dengna baik dan bijak. Orang yang senang menyakiti kita dan tidak pernah menghargai kita, karena mereka belum tahu masa dapan kita, kita pun.
__________________
Penulis : Nasywa Fadlia