Artikel

Masih Manusiakah Kita?

“Menjadi manusia adalah takdir, tapi menjaga kemanusiaan adalah pilihan.”

Kita tak pernah memilih untuk menjadi manusia, tapi ketika kita menjadi manusia kita mempunyai kebebasan pilihan untuk mempertahankan kemanusiaan atau menjadi tidak manusiawi.

Di era  revolusi industri 4.0 ini banyak sekali manusia yang hilang kemanusiaannya. Begitu ngeri sekali. Data kepolisian menjelaskan bahwa bulan Juli lalu, kasus kejahatan di seluruh polda se-indonesia melonjak sebesar 10,37 persen. Banyaknya kejahatan menandakan, bahwa ada yang salah dalam diri manusia.

Pandemi Covid-19 yang seharusnya membuat manusia saling menolong, saling membantu, dan saling menguatkan justru malah membuat hilangnya rasa kemanusiaan. Mulai dari penolakan jenazah tenaga kesehatan, tidak menghargai perjuangan para dokter, hingga demo yang berujung anarkis, saling pukul.

Padahal manusia adalah satu-satunya makhluk di bumi yang penuh potensi. Makhluk yang diberi kemampuan oleh Tuhan bisa memilih berkelakuan senonoh atau buruk, benar atau salah, dan bisa menjadi baik atau jahat. Manusia memiliki kedua potensi tersebut.

Namun, karena menuhankan ego dan nafsunya, seiring waktu potensi dasar menusia menjadi hilang dan lenyap. Hingga akhirnya gagal menjadi manusia seutuhnya.

Dr. Fahrudin Faiz dalam kajiannya menyampaikan 4 pondasi dasar menjadi manusia. Jika manusia bisa merawat 4 pondasi dasar ini, ia akan sukses menjadi manusia. Namun jika pondasi dasar manusia hilang dari diri seseorang, ia akan gagal menjadi manusia.

Simpati

Pondasi dasar pertama menjadi manusia adalah rasa simpati. Karena Manusia sejati punya rasa simpati. Simpati bisa berarti peduli dengan orang lain. Terlebih pada orang terdekatnya. jika ada saudaranya yang sakit, jika ada saudaranya yang susah, saudaranya sengsara, manusia sejati akan ikut simpati.

Ini sifat khas manusia tidak dimiliki makhluk lain. Dari rasa simpati inilah  manusia akan timbul rasa saling tolong-menolong. Perintah tolong-menolong terdapat dalam firman Allah dalam QS. Al-Maidah 2, yang berarti, ” Dan tolong-menolonglah kamu dalam (mengerjakan) kebajikan dan takwa, dan jangan tolong-menolong dalam berbuat dosa dan permusuhan…”

READ  Haul Ny. WALIDAH MOENAWWIR: Menghadiri Majelis Haul danEkspresi Kecintaan Pada Guru

Malu

Dalam KBBI, malu didefinisikan sebagai perasaan yang tidak enak hati karena berbuat sesuatu yang kurang baik. Bisa juga diartikan dengan segan melakukan sesuatu karena rasa hormat.

Sebagian ulama memberikan definisi malu. Yaitu akhlak yang membangkitkan kekuatan kepada pelakunya untuk melakukan kebaikan dan meninggalkan sesuatu yang tidak baik.

Malu inilah yang menjadi dasar lahirnya kebenaran dan keadilan. Jika orang malu berbuat jahat,  malu berbuat salah, dati situlah lahirnya kebenaran. Dalam hadis yang diriwayatkan Imam Bukhari dijelaskan, “Bila engkau tidak malu, maka berbuatlah sekehendak hatimu.”

Jadi, selama masih ada rasa malu, rasa segan masih ada, kita masih manusia. Tapi jika sudah tak punya rasa malu kita perlu intropeksi diri lagi.

Rendah hati

Hanya manusia yang punya sifat murah hati, rendah hati, dan mendahulukan kepentingan orang lain. Mengutamakan orang lain adalah sumber dari moralitas kesusilaan. Lawannya dari sifat egois, ingin menang sendiri.

Jika kita tidak mampu merendahkan hati, akan timbul rasa sombong. Dan salah satu akhlak buruk yang harus dihindari manusia adalah sikap sombong. Dalam Q.S Luqman ayat 18 dijelaskan  Allah SWT tidak menyukai orang-orang yang sombong. Jadi, jangan sampai sikap rendah hati dalam diri kita hilang dan menjadi sombong hingga membuat murka Allah SWT turun ke bumi. Naudzubillah.

Punya Rasa Benar dan Salah

Manusia memiliki kemampuan untuk benar dan salah. Kemampuan untuk nyaman dengan kebenaran dan tidak nyaman dengan kesalahan. Jika manusia merasa nyaman dengan kesalahan, merasa tidak salah, padahal dia salah perlu muhasabah. Karena salah satu ciri manusia, punya benar dan salah.  Memang kadang manusia kadang-kadang salah tapi jangan sampai rasa bersalah dalam diri manusia hilang. Begitu hilang rasa bersalah, hidup kita akan bermasalah.

READ  Sebuah Alasan Agar Semangat Menjalani Puasa

Jika sudah tak terasa apa padahal kita salah, berarti kita sudah kehilangan salah satu komponen besar dalam diri kita sebagai manusia. Yaitu rasa bersalah.

Kadang-kadang mungkin tuntutan situasi tidak sengaja kita bersalah, tapi jika bisa rasa bersalah jangan sampai mati. Dan cara agar rasa bersalah tidak mati aadalah dengan tidak memaklumi. Begitu kita maklumi, akan kita ulang-ulang terus rasa bersalah akan mati. Dan kita akan mati rasa.

Jadi, jika kita menyebut diri kita manusia, mari muhasabah diri sendiri. Dan tanyakan, masih hidupkah rasa simpati dalam diri? Masih adakah rasa malu? Masih bisakah berendah hati? Dan masih terasakah benar salah?

Tidak ada yang tahu jawabannya, kecuali diri sendiri. Jika 4 pondasi dasar itu masih ada dalam diri kita, bersyukurlah, berarti kita masih menjadi manusia seutuhnya. Jika ada yang hilang, perbaikilah. Namun jika 4 pondasi dasar ini sudah tak ada dalam diri kita, tanyakanlah pada diri sendiri. Masih manusiakah kita?

Muhammad Ulinnuha

Santri Pondok Pesantren An Nur Bantul. Hobi membaca, menulis, dan menyapu halaman.

Related Articles

One Comment

  1. Mantul… Kembang lagi kang Ulin,, bagus He Sy malah Blm bIsa Sregep menulis he, padahal Bnyak unek unek buat menulis… Semngat

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *

Back to top button
WeCreativez WhatsApp Support
Tim dukungan pelayanan kami siap menjawab pertanyaan Anda. Tanyakan apa saja kepada kami!
Hai, ada yang bisa saya bantu??