Pojok Santri #8 (Puasa Agar Kuat Seperti Superman)
“Anak-anak…, karena dua hari lagi kita memasuki bulan puasa ramadhan maka, kegiatan mengaji diliburkan hingga tanggal 2 ramadhan, ya…” kata saya menutup pengajian dengan memberikan pengumuman kepada anak-anak TPA di desa saya.
Seperti biasa, anak-anak akan bersorak dengan riang gembira, Horeeee…!!!! Mereka lalu berbaris, bersalaman satu-persatu lalu pulang. Di akhir barisan, seorang anak kecil, dengan peci miring, bebaju koko warna-warni, dengan tangan kanannya memegang sebuah buku Iqra bertanya pada saya,”Kak, kenapa sih Tuhan menyuruh kita puasa?”
Mendengar pertanyaannya saya ingin tertawa, karena pertanda ia tak suka dengan puasa. Namun saya lebih memilih untuk menyimpan tawa saya untuk menghormatinya.
Untuk menjawab pertanyaannya saya berpikir cukup lama. Berpikir bukan karena saya tak bisa menjawabnya. Bukan. Tapi saya butuh jawaban yang tepat untuk menjawab pertanyaan itu dari seorang anak seusianya.
Dulu, saat umur saya seusia anak kecil itu, tak pernah terpikirkan pertanyaan kenapa saya harus berpuasa. Yang saya tahu, kata bapak puasa itu perintah Tuhan. Ya sudah, saya hanya mengikuti saja. Saya tak bertanya mengapa Tuhan menyuruh puasa? atau puasa itu buat apa sih?
***
Semua muslim tentu sudah tahu bahwa puasa itu wajib bagi yang tidak berhalangan atau pun diberi keringanan seperti orang sakit, orang yang berumur senja, ataupun ibu-ibu hamil. Mulai dari fajar, hingga terbenamnya matahari kita dilarang makan ataupun minum dan melakukan hal-hal yang dilarang lainnya. Jika kita melanggar, maka puasa kita akan batal. Itu secara dhahir.
Namun, apakah cukup jika puasa hanya sekedar tidak makan dan minum? Tentu saja tidak. Puasa bukan sekedar tidak makan dan minum, namun banyak pengajaran didalamnya.
“Nek mung ora ngombe ora madang, kewan we iso” perkataan Cak Nun dalam ngaji maiyahnya masih saja saya ingat. Membuat saya Mak Jleb bagai tertusuk anak panah. Jangan-jangan selama ini puasa saya sia-sia dan tak ada bedanya dengan hewan-hewan yang kelaparan itu. Atau puasa saya tidak mendapatkan apa-apa kecuali lapar dan dahaga saja.
Puasa memang perintah Tuhan. Tapi hakikatnya puasa adalah sebuah pilihan. Sebagai manusia yang dibekali nafsu, tentu keinginan manusia adalah hidup dengan bebas melakukan apapun yang membuat diri kita senang. Namun disisi lain kita juga punya akal. Maka sebagai makhluk yang sempurna karena diberi nafsu dan akal, kita diberi kebebasan untuk memilih. Memilih melampiaskan nafsu atau mengendalikan. Tidak seperti hewan yang hanya bisa melampiaskan.
Ketika kita memilih berpuasa, berarti kita juga sedang memilih kehendak Tuhan dan mengalahkan ego sendiri. Mengalahkan ego sendiri bukanlah hal yang mudah. Maka dari itu perlu pembelajaran. Dan 30 hari berpuasa di bulan ramadhan rasanya sudah cukup untuk melatih membiasakan diri kita menahan diri, jika kita berpuasa dengan arti sebenarnya. Iya, dalam arti sebenarnya. Bukan hanya tidak makan dan minum.
Puasa adalah sebuah ajaran yang menyadarkan bahwa sejatinya kita lemah. Kita berjuang mati-matian mengatasi godaan nafsu diri sendiri. Dan dari perjuangan yang berat itulah kita tersadar bahwa kita lemah. Ketika kita tersadar diri kita lemah, saat itulah kualitas hidup kita meningkat. Di titik saat kualitas hidup kita meningkat itulah kita akan semakin dekat dengan Tuhan.
Puasa adalah sebuah pengorbanan. Kita banyak mengorbankan banyak hal ketika memilih berpuasa. Mengorbankan makan kita, minum kita, dan meengorbankan hasrat lainnya. Tapi dengan pengorbanan itu kita akan memperoleh hal besar. Yakni ketakwaan.
Dari sekian banyak makna puasa, saya sedikit paham tentang kenapa Tuhan menyuruh kita puasa. Tuhan menginginkan kita kuat. Kuat mengendalikan nafsu, kuat mengalahkan ego sendiri, dan kuat berkorban. Dan jawaban itu , saya rasa cocok untuk pertanyaan dari anak tadi yang bertanya kenapa Tuhan menyuruh kita berpuasa.
***
“Tuhan menyuruh kita puasa itu, biar kita jadi orang yang kuat,” jawab saya dengan mantap.
“Jadi kuat? Jadi kuat seperti Superman?” jawaban anak kecil itu membuat saya tertawa.
“Iya jadi kuat seperti Superman. Bahkan bisa lebih kuat lagi. Bisa mengalahkan kejahatan yang ada dalam diri sendiri. Karena musuh yang paling berat adalah mengalahkan diri sendiri. Mau gak jadi orang kuat?”
“Mau!” Katanya dengan bersemangat.
“Jadi besok siap puasa?”
“Heehee, tapi puasanya puasa bedug,” jawabnya tersenyum lalu pergi berlari meninggalkan saya.