Esai

Ramadhan, Waktu Latihan Puasa yang Sering Gagal

www.annurngrukem.com – Bantul sedang panas-panasnya. Meski begitu, pikiran saya tetap adem dan senang  melihat medsos yang tak banyak meributkan dan saling salah-menyalahkan atas perbedaan awal puasa Ramadhan.

Saya justru tertawa ketika melihat postingan Muhammadiyah Garis Lucu di Instagram, “Puasa pertama diprediksi bakalan banyak godaan dari followers Nu garis lucu.” Ya, namanya juga puasa, harus menahan diri. Hahahaha.

Tawa saya tak berhenti di situ, ketika melihat guru saya yang seorang Muhammadiyah juga membuat pernyataan di linimasa Facebook, “Sikap saya istiqomah, sama dengan biasanya: ikut puasa yang belakangan, ikut sholat Ied yang duluan. Semua ini saya lakukan demi mempersatukan umat Islam Indonesia. Oh indahnya kerukunan.” Hahaha.

Tak seperti dulu-dulu, kini orang-orang mulai mafhum dengan perbedaan di awal puasa karena bedanya metodologi yang dipakai untuk menentukan awal Ramadhan.

Pemahaman itu membuat kita benar-benar puasa dalam artian tidak gampang saling menyalahkan, bisa menahan ego diri masing-masing dan menghargai sebuah perbedaan. Dan memang seharusnya kita bersikap seperti itu untuk menyambut bulan Ramadhan.

Bagi saya, ibadah puasa di bulan Ramadhan adalah ibadah yang paling berat. Sebab seperti apa yang pernah disampaikan Pak Kyai saya, “Ramadhan iku ra sekedar ra madang. Ning ya ra nesunan ra ngamukan mbarang.”

Puasa sendiri merupakan terjemahan dari istilah yang aslinya berasal dari bahasa Arab, yaitu kata Shaum. Kata tersebut secara bahasa Arab sama dengan imsak yang memiliki arti mencegah atau menahan.

Kata Cak Nun, puasa adalah kita berhak melakukan sesuatu tapi kita memilih tidak melakukannya. Kita berhak makan dan minum tapi kita mencegahnya karena kita bersepakat dengan Allah untuk tidak makan, tidak minum dan hal lain yang telah kita sepakati.

READ  Senjakala, Pengalaman Bertemu Makhluk Tak Kasat Mata

Setiap hari sejatinya kita melakukan puasa. Kita biasa memakai banyak pakaian, namun kita hanya memakai satu pasang pakaian, itu juga puasa. Kita bisa makan dan minum sebanyak-banyaknya namun kita memilih secukupnya, itu juga puasa.

Kita bisa membeli banyak hal, namun kita lebih memilih untuk membeli hal yang dibutuhkan saja; kita bisa berbicara terus menerus, tapi saat ada orang lain berbicara kita diam dan mendengarkannya, itu juga puasa; saat kita dalam keadaan emosi dan kita bisa marah, namun kita lebih memilih diam, itu juga puasa.

Saya jadi teringat bagaimana Mbah Jumal, pemilik warung bakmi jawa di dekat pondok yang setiap harinya sengaja tak pernah tidur lebih dari dua jam, atau kawan saya yang bernama Kang Hasan yang sehari-harinya hanya nderes  dan tidak bermain gadget laiknya kawan saya yang lain, atau kawan saya yang lain yang beberapa bulan ini tidak check out Shopee, itu juga dinamakan puasa.

Semua manusia melakukan puasa. Karena puasa adalah hakekat hidup manusia; puasa adalah prinsip; puasa  adalah pengorbanan. Puasa adalah perilaku kita sehari-hari. Dan Ramadhan adalah pembelajaran. Waktu latihan untuk puasa yang akan kita jalani sehari-hari.

Nabi mengibaratkan puasa adalah benteng. Benteng yang akan menyelamatkan kita dari hal-hal buruk yang dibawa musuh kita. Dan tentu saja musuh kita adalah hasrat hawa nafsu diri kita sendiri.

Jika sedang tidak puasa kita akan membuka diri kita selebar-lebarnya dan segala hal baik maupun buruk masuk ke dalam diri. Tapi saat puasa, kita akan terlindungi, paling tidak mengurangi hal buruk yang ada dalam diri kita.

Puasa juga ibarat rem kendaraan, yang bisa mengendalikan laju hasrat hawa nafsu kita yang tak pernah berhenti. Tanpa rem, kita tentu saja akan celaka karena terjerumus hasrat hawa nafsu yang tak pernah berhenti.

READ  Menyelami Buku Cerita Sufi “Merasa Pintar Bodoh Saja Tak Punya”

Meski sejatinya kita terbiasa puasa dalam segmen tertentu tapi entah kenapa kenyataannya banyak dari kita yang masih gagal. Saya masih sering menyaksikan di bulan Ramadhan banyak pejabat yang tertangkap korupsi, masih banyak penipuan, pembunuhan dan banyak kejahatan lainnya.

Tak usah jauh-jauh, saat puasa Ramadhan dan kita masih mementingkan ego kita, merasa paling saleh melakukan ritual, bersikap angkuh, dan lepas kendali hawa nafsu itu juga sebuah kegagalan.

Jika saat latihan saja kita sudah gagal, bagaimana bisa kita akan benar-benar puasa dalam kehidupan sehari-hari?

Saya jadi teringat dawuh Rasulullah SAW yang menyampaikan “Betapa banyak orang yang berpuasa namun dia tidak mendapatkan sesuatu dari puasanya kecuali rasa lapar dan haus”

Mengingat dawuh itu, entah kenapa tiba-tiba saya jadi ragu pada diri saya sendiri saat menyaksikan sup buah, gulai kambing, gorengan,ikan pindang, telur dadar, krupuk, capcin, es teh, es degan ada di hadapan saya saat berbuka.

Menu berbuka yang sebenarnya cukup untuk sehari dan bukan sekali makan itu membuat saya bertanya-tanya. Sebenarnya saya ini puasa dalam arti mengekang hawa nafsu atau hanya menunda hawa nafsu?

Muhammad Ulinnuha

Santri Pondok Pesantren An Nur Bantul. Hobi membaca, menulis, dan menyapu halaman.

Related Articles

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *

Back to top button
WeCreativez WhatsApp Support
Tim dukungan pelayanan kami siap menjawab pertanyaan Anda. Tanyakan apa saja kepada kami!
Hai, ada yang bisa saya bantu??