Lomba Cerpen 2: MEMORIES MY SELF
Assalamualaikum, aku Adiba Humaira. Ini ceritaku tentang pengalaman pesantren kilat di Pondok Pesantren An-Nur.
Saat itu aku telah lulus SMP dan akan melanjutkan pendidikanku di Pondok Pesantren An-Nur.
Orang tuaku memintaku untuk ikut pesantren kilat setengah bulan puasa.
Katanya sih untuk melatihku agar terbiasa di pesantren.
Di suatu malam, tiba-tiba saja ayah dan ibuku memanggilku dan memintaku duduk di ruang tamu.
Di sana sudah ada ayah dan ibuku.
Tak lama setelahnya, ayahku pun memulai pembicaraan terlebih dahulu,
“Nak, selama kamu di rumah kan nggak ada kegiatan apa pun, Gimana kalau kamu ikut pesantren kilat di Pondok Pesantren An-Nur. Itung-itung buat latihan mondok biar besok kerasan gitu,”. begitulah kata ayah, dan ibuku hanya tersenyum menunggu jawabanku
“Menurut ibu, gimana?”, kataku meminta pendapat dari ibuku.
Aku belum menjawab pertanyaan dari ayahku, makanya aku bertanya begitu.
“Loh, kok kamu malah tanya sama ibu sih, kan yang ditanya sama ayah kan kamu bukan ibu.
Lagian itu terserah kamu, kalo mau ya bagus, tapi kalo enggak ya nggak papa”. Begitulah kata ibuku.
“Nanti dulu deh yah jawabnya, Adiba pikirin dulu gimana?”, kataku pada ayah meminta waktu untuk memikirkannya dengan matang.
“Ya udah, ayah kasih waktu kamu dua hari ya, buat mikir matang-matang.”
Begitulah katanya, sebab tiga hari lagi sudah memasuki bulan Ramadhan.
Aku belum memberikan jawaban kepada mereka, Ayah pun masih memberiku kesempatan untuk berpikir.
Dua hari setelahnya, aku memberitahu kepada ayah saat kami sedang sarapan.
Aku sudah memutuskan akan menerima saran dari ayah untuk mencoba menuruti kemauan kedua orang tuaku, merekapun tersenyum lebar kepadaku.
Selama dua hari kemarin, aku berpikir keras Apakah aku harus menuruti saran orang tuaku atau tidak.
“Masak iya, aku harus latihan segala. Padahal kan aku dah gede!”, kataku bingung dengan orang tuaku,
“Tapi mungkin bener juga sih kata ayah, kan nggak ada salahnya juga nyoba dulu,” pikirku sesaat lagi.
Setelah aku pikir-pikir ada baiknya jika aku mencobanya, lagi pula nggak ada salahnya juga kan.
Hari ini adalah hari terakhirku di rumah, aku pun telah mempersiapkan semua keperluanku.
“Dek, ayok cepetan, katanya mau ke toko buku dulu, pakek lama lagi!”, kata kakakku yang sejak tadi menunggguku bersiap.
“Iya, bentaran dong, banyak ni barangnya, nggak mau bantuin sih!”, kataku sebal kepada.
abis dia sih, selalu main hp Mulu.
Sesampainya di toko buku, aku memilih beberapa buku untuk ku beli, juga tak lupa alat tulis. Disana aku menemukan sebuah buku catatan bagus, dan langsung saja ku ambil.
Setelah itu aku berjalan menuju ibuku dan bertanya apakah boleh membelinya.
“Buk boleh nggak beli ini?”, kataku sambil menunjukkan buku catatan itu.
Ibuku melihat barang yang kupegang dan tersenyum lalu berkata,
“Boleh mbak, tapi digunakan dengan baik ya?”, Begitu katanya.
“Oke, makasih ibuk sayang”, Kataku sambil tersenyum kepadanya.
“Iya, sama-sama.”, Begitulah kata ibuku, lalu ibuku langsung mengambil sebuah buku dan menunjukkan kepadaku,
“Lihat deh mbak, bagus kan bukunya, gimana kalo mbak beli ini juga.” Itulah kata ibuku, memang ibuku suka membaca buku inspirasi begitu.
Bukan hanya ibuku, tapi hampir semua keluargaku suka membaca buku, maka dari itu kami sekeluarga sering pergi ke toko buku.
Tak lama mereka pun mengantarkanku ke pondok pesantren,
Setelah turun dari mobil, kakakku berkata,
“Ih, itu ada apanya dimatamu, masa’ nangis, dasar cengeng!”, Itulah yang dikatakan kakakku saat mereka akan pulang sambil menunjuk ke mataku.
“Ih, enggak. Mana ada, aku nggak nangis kali, sotoy deh!”, Akupun hanya cemberut.
Setelah meninggalkan ku, aku merasa ingin menangis tapi malu, masa iya aku nangis, besok juga kan aku bakal pulang lagi.
Selama di pondok, aku mulai menyesuaikan diri dengan lingkungan.
Hari itu saat aku baru masuk ke kamar yang akan ku tempati, dan ada yang mengajakku bicara terlebih dahulu,
“Hay, anak baru ya?”, Begitulah katanya sambil tersenyum simpul kepadaku.
“Em, iya.”, Aku menjawabnya sambil tersenyum simpul.
“Em, namanya siapa?, Aku Hafla”, begitu katanya memperkenalkan dirinya.
“Aku Adiba Humaira”, kataku sambil tersenyum kepadanya.
Sejak itu kami menjadi teman dekat.
Dan ternyata tak buruk juga ada di pesantren, kebanyakan dari temanku ramah dan baik semua.
Keseharianku biasanya diisi dengan saur bersama sebelum subuh, dan mulai mengaji setelah salat Subuh dan istirahat setelahnya.
Biasanya istirahat diisi dengan membersihkan badan dan mandi juga mencuci pakaian ku, dan terkadang juga membereskan lemari.
Terkadang aku juga diceritakan banyak kisah dan pengalaman oleh teman-temanku, dari dulu aku selalu mendengar kata orang bahwa pondok itu menyeramkan.
Sebenarnya di pondok itu menyenangkan dan juga menyeramkan. Banyak kejadian yang pernah terjadi di pondok.
Lalu saat waktu tiba waktu sholat Dzuhur mulailah berjamaah salat dan mengaji lagi setelahnya, setelah itu pun juga masih diberi waktu istirahat untuk tidur atau sebagainya.
Aku pernah ni, dikasih tau sama temenku.
Katanya,
“kalo mondok itu, blm afdhol kalo blm Sampek dapet kasus dari keamanan”, begitulah katanya,
Mungkin bener juga, pernah ni suatu hari aku di ajak oleh teman-temanku
untuk mbobol keluar pondok, saat itu aku pergi dengan menaiki grab, pondokku termasuk pondok modern yang kalo mbobol aja bisa persen grab, padahal ni, kalo pondok lain
nggak ada yang kayak begitu, paling juga jalan kaki, mungkin emang pondokku paling beda dari yang lain kali ya. Dan pengalaman itu sangat menyenangkan dan tak terlupakan.
Setelah Bangun tidur mandi dan melaksanakan jamaah salat ashar dan ngaji sampai kira-kira jam 16.00 sore.
Setelah itu biasanya adalah favorit para santri, karena kami akan berjalan-jalan mencari takjil atau bahkan juga ada yang cuci mata karena banyak santri putra juga berlalu lalang untuk mencari takjil.
Setelah cukup mendapat beberapa takjil, kamipun segera pulang dan menyiapkan makanan untuk berbuka sambil menunggu waktu maghrib atau waktu berbuka tiba.
Setelah berbuka, semua akan langsung shalat magrib, setelah itu
Ada yang paling bikin kami deg-degan saat dipondok, yaitu saat kami harus mengaji kitap dengan pak kyai sambil menunggu waktu shalat isya dan tarawih.Tapi meskipun begitu, tetap mengaji dengan pak kyai itu menyenangkan.
Yang serunya lagi, saat di pondok, adalah saat kami harus mengantri saat ingin mandi, atau makan bersama dalam satu wadah yang besar, dan bahkan berlari ribut saat bel sholat telah berbunyi.
Terkadang saat setelah mengaji, ada yang langsung tidur atau melakukan ritual sebelum tidur seperti yang dilakukan seorang wanita.
Itulah hari-hariku di pesantren. Meskipun terkadang melelahkan, namun bagiku pengalaman itu Takkan Pernah Ku lupakan .
Belajar di pondok bersama teman-teman itu sangat menyenangkan, karena bisa mendapat teman, pengalaman, dan kisah baru untukku.
Bahkan di sana aku pernah mencintai seseorang dan hanya dapat mengiklaskannya karena cinta. Akupun pernah menceritakan kepada seorang temanku Hafla, tentang kisah cintaku ini, saat itu aku pergi mengajaknya ke koridor lantai atas dan berkata,
“Sekarang aku paham Kenapa setiap kali aku jatuh cinta hatiku selalu dipatahkan sepatah patahnya”. Itu yang kukatakan kepadanya pertama kali,
Ia langsung menunjukkan raut wajah yang bingung dan heran kepadaku.
Hafla:”kenapa?”. Itu katanya tak lama setelahnya ia menambahkan lagi, “kamu salah menaruh hati ?”. Begitu katanya.
“Bukan,”. Itu kataku Sambil tertawa dengan pertanyaannya. Ia pun masih dibingungkan dengan pernyataan ku dan berkata, “lalu?”.
Aku pun tersenyum dan berkata kepadanya,
” Karena aku telah lancang memberi cinta melebihi batas nya, rabb ku sangat Pencemburu, maka ia patahkan
Hatiku sepatah patahnya agar aku kembali menggantungkan semua harapan dan cinta hanya padanya”.
Di sela-sela kata-kataku terdapat kekecewaan yang mendalam terhadap diriku sendiri.
Tak lama setelahnya, aku melanjutkan kata-kataku,
” Rabb ku pasti cemburu melihatku meluangkan waktu untuk ciptaannya, Sedangkan untuk bertemu dengan Ia
aku malah menunggu waktu luang, memalukan bukan?”.
Begitulah kataku kepada-nya dengan rasa malu dan kecewa Ia pun malah tersenyum dan berkata kepadaku,
“kamu itu beruntung cepat sadar, Allah sayang banget sama Kamu tandanya”. Katanya sambil merangkulku dan tersenyum.
Aku pun mengernyitkan keningku dan menatapnya, “benarkah?”. Ia pun melihat ku sekejap dan tertawa disela senyumnya sambil berkata, “ya iya lah!”. Kami pun tertawa bersama.
Itulah hal yang paling ku ingat hingga sekarang, aku tak pernah menyesal telah mencobanya saat itu, hingga sekarang.
Hubungan silaturahmi antara aku dan teman-temanku yang di pondok masih baik dan bahkan lebih baik meskipun kami saling jauh bahkan dengan Hafla, ia adalah teman terbaikku hingga sekarang.
______________________
Penulis: Arina Jauharo Hayyu
Komplek: Al Khodijah 2