Pojok Santri

7 Alasan Santri Enggan Menjadi Pengurus

Menjadi pengurus di pesantren sering dianggap sebagai pengalaman yang tak ternilai. Selain melatih jiwa kepemimpinan, tanggung jawab, dan keterampilan. Peran ini juga membuka peluang untuk berkontribusi langsung dalam kehidupan sehari-hari di pesantren yang mana menjadi pijakan awal guna hidup bermasyarakat kelak.

Namun tak semua santri mau menjadi pengurus. Nah setelah saya telusuri, setidaknya ada 7 alasan mengapa sebagian santri enggan menjadi pengurus. Apa aja ya?

  1. Menilai dirinya kurang pantas

Nah, poin pertama ini merupakan alasan utama kebanyakan santri enggan menjadi pengurus. Banyak yang merasa kurang ilmu, pengalaman, atau kemampuan untuk menjalankan amanah tersebut dengan baik. Pengurus secara otomatis menjadi tauladan dalam bersikap santri lainnya. Padahal mungkin jika ingin mencoba, nyatanya tidak semenakutkan itu, seiring berjalannya waktu, kerisauan itu dapat diatasi dengan belajar dan penyesuaian.

  1. Takut tidak dapat menjalankan Amanah

Pengurus sebagai ‘tangan kanan kiai’. Tentunya bukan tugas yang mudah. Untuk menjadi pengurus, sebagian santri merasa khawatir atau takut jika kelak dalam bertugas mereka tidak mampu memenuhi tanggung jawab dan tidak sesuai ekspetasi yang diberikan oleh kiai, teman santri, atau bahkan diri mereka sendiri. Kerisauan ini timbul seiring karena beban yang terasa berat dan kekhawatiran akan mengecewakan orang lain.

  1. Enggan terbebani baik spiritual maupun mental (ngaji, stres,dll)

Mau tidak mau, seorang pengurus dituntut untuk totalitas dalam menjalankan tugas, hal ini kerap berimbas pada manajement waktu, kerap kali dikarenakan saking letihnya bertugas dikahawatirkan memakan banyak waktu, sehingga di saat waktunya mengaji, mereka cenderung kelelahan atau kurang fokus. Belum lagi beban fikiran yang dirasakan pengurus dapat menjadi salah satu alasan kuat santri enggan menjadi pengurus.

  1. Tidak diizinkan orang tua
READ  Pojok Santri#3 (Kisah Inspiratif Santri An Nur)

Beberapa kawan santri ada yang tidak diizinkan orang tuanya untuk berkecimpung dalam dunia kepengurusan. Hal ini dikarenakan beberapa orang tua dari mereka takut bahwasanya kegiatan kepengurusan akan mempengaruhi progres mengaji mereka. Poin ini merupakan alasan yang kuat bagi para santri yang oleh orang tuanya cenderung memiliki target yang harus dicapai.

  1. Disatukan dengan partner yang kurang bounding

Rasa ketidaknyamanan bisa muncul ketika bekerja sama dengan seseorang yang belum terlalu dekat atau kurang sefrekuensi. Hal ini tentunya akan mempengaruhi keharmonisan yang mana imbasnyaa dapat mempengaruhi kinerja kepengurusan. Padahal, sebuah tim yang solid (punya Chemistry) dan saling mendukung adalah kunci dalam menjalankan tugas pengurus dengan baik.

  1. Enggan terlihat mencolok

Bagi sebagian santri, menjadi mencolok merupakan sesuatu yang mereka hidar, terutama bagi santri yang memiliki kepribadian introvert (tidak semua). Karena menjalani kehiduapan yang damai, tentram tanpa disorot khayalak merupakan sebuah kenyamanan tersendiri.

Ada juga beberapa dari mereka yang memiliki pengalaman yang terkesan kurang baik dalam perjalanan sebelumnya. Misalnya, di pondok sebelumnya dia pernah menjadi pengurus dan merasakan ketidaknyamanan saat melakoninya (seperti menjadi sorotan, mencolok,dll), maka saat ini mereka memilih untuk hidup yang relativ ‘tenang’.

  1. Belum memiliki keinginan untuk terjun

Mereka merasa lebih nyaman dengan peran mereka sebagai santri biasa, fokus pada ngaji masing-masing, tanpa harus terlibat dalam tanggung jawab tambahan. Banyak yang merasa bahwa saat ini bukan waktunya untuk terlibat lebih dalam, dan lebih memilih untuk fokus pada diri sendiri terlebih dahulu.

Nah, itulah 7 alasan utama kenapa santri sering enggan menjadi pengurus. Alasan-alasan ini tentu bukan sebagai dalih yaa tapi lebih sebagai refleksi bersama. Bagaimanapun, setiap santri memiliki perjalanan dan pertimbangannya masing-masing, termasuk dalam menerima atau menolak tanggung jawab sebagai pengurus.

READ  Penerimaan

Gimana nih, teman-teman? Dari ulasan di atas, kalian masuk tim yang mana? Apakah tim yang merasa belum siap, atau mungkin tim yang mulai penasaran dan ingin mencoba peran pengurus?

Terlepas dari apa pun pilihan teman-teman, sedikit pesan dari penulis bahwa menjadi pengurus bukan hanya ditinjau dari persoal beban, tapi juga merupakan bagian dari ngalap berkah seorang santri pada gurunya. Dapat juga sebagai peluang untuk belajar, berkembang, dan memberi manfaat bagi orang lain. Kalau pun belum siap sekarang, siapa tahu suatu saat nanti teman-teman dapat ikut berkontribusi. Yuk, sama-sama terus belajar dan membuka diri untuk peluang yang ada!

 

Penulis : Brilyan Kesuma

Brilyan Kesuma

Cewek yang suka njajan, pecinta buku, dan suka mas-mas badboy

Related Articles

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *

Back to top button
WeCreativez WhatsApp Support
Tim dukungan pelayanan kami siap menjawab pertanyaan Anda. Tanyakan apa saja kepada kami!
Hai, ada yang bisa saya bantu??