Berburu Malam Lailatul Qadar
Bulan Ramadan memiliki faedah dalam tiga fase, yakni: sepuluh hari pertama yaitu disebut sebagai fase rahmat, sepuluh hari kedua atau pertengahan yaitu magfirah, dan sepuluh hari ketiga atau terakhir yaitu ‘itqu min al-nār (terbebas dari api neraka). Di bulan Ramadan ini, Allah menurunkan kemuliaan yang lebih baik daripada seribu bulan, yakni Lailah al-Qadr.
Malam tersebut biasanya datang pada sepuluh terakhir di bulan Ramadan. Salah satu dalil yang bisa dipakai adalah hadis yang diriwayatkan oleh Sayyidah ‘Aisyah RA. Beliau menjelaskan bagaimana Rasulullah mengambil sikap serius untuk meraih kemuliaan malam ini:
عَنْ عَائِشَةَ رَضِيَ اللَّهُ عَنْهَا قَالَتْ : كَانَ النَّبِيُّ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ إِذَا دَخَلَ الْعَشْرُ شَدَّ مِئْزَرَهُ وَأَحْيَا لَيْلَهُ وَأَيْقَظَ أَهْلَهُ
Artinya: “ Nabi Muhammad SAW ketika datang pada sepuluh hari terakhir (Ramadan) beliau mengencangkan pakaian bawah (sarung), menghidupkan malam, dan membangunkan keluarga beliau (HR. Imam Bukhari dan Imam Muslim).
Adapun makna mengencangkan pakaian bawah (sarung) Rasulullah adalah bentuk kiasan bahwa beliau mengambil sikap untuk melakukan ibadah kepada Allah SWT. Beliau menghidupkan malam dengan melakukan salat kepada Allah SWT, beliau membangunkan istri-istri beliau untuk bersujud dan meraih kemuliaan bulan suci Ramadan.
Sebagaimana yang diriwayatkan oleh Abdurrahman bin Rajab dengan menggunakan lafazhadis dari Imam Bukhari dan Imam Muslim menegaskan bahwa menghidupkannya malam yang dilakukan oleh keluarga beliau adalah bersungguh-sungguh dalam beribadah kepada Allah SWT.
حَدَّثَنَا عَبْدُ اللَّهِ بْنُ يُوسُفَ أَخْبَرَنَا مَالِكٌ عَنْ نَافِعٍ عَنْ ابْنِ عُمَرَ رَضِيَ اللَّهُ عَنْهُمَا
أَنَّ رِجَالًا مِنْ أَصْحَابِ النَّبِيِّ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ أُرُوا لَيْلَةَ الْقَدْرِ فِي الْمَنَامِ فِي السَّبْعِ الْأَوَاخِرِ فَقَالَ رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ أَرَى رُؤْيَاكُمْ قَدْ تَوَاطَأَتْ فِي السَّبْعِ الْأَوَاخِرِ فَمَنْ كَانَ مُتَحَرِّيهَا فَلْيَتَحَرَّهَا فِي السَّبْعِ الْأَوَاخِرِ
Hadis di atas menyebutkan bahwa malam kemuliaan ini terdapat pada malam ketujuh terakhir di bulan Ramadan. Dari dua hadis di atas dapat kita renungi bahwa terdapat anjuran dan penekanan kepada kita agar meningkatkan ketakwaan dan amal saleh kita di bulan suci Ramadan ini sebelum ia pergi meninggalkan kita.
Dari kedua hadis di atas juga, kita diajarkan bahwa malam kemuliaan ini tidak ada yang tahu kapan ia akan turun. Akan tetapi, kita bisa melihat tanda dan prediksi dari hadis Rasulullah yang mengkabarkan di malam sepuluh terakhir Ramadan agar kita selalu menjaga dan menambah kekhusyukan dalam beribadah kepada Allah SWT.
Selain itu, kita bisa mengambil pendapat ulama dalam mencari malam tersebut. Pendapat Imam al-Ghazali, misalnya. Sebagaimana ditulis dalam buku KafaBihi, yang diterbitkn oleh Pondok Pesantren An Nur, beliau berpedapat, malam lailah al-qadr bisa diketahui dengan rumus: bila awal puasa dimulai pada hari Ahad atau Rabu, maka ia jatuh pada malam tanggal 29 Ramadan. Apabila awal puasa adalah hari Senin, maka tersebut jatuh pada malam 21 Ramadan.
Jika awal puasa dimulai pada hari Selasa atau Jumat, maka malam lailah al-qadr akan jatuh pada malam 27 Ramadan. Dan bila awal puasa dimulai dari hari Kamis, maka ia jatuh pada malam 25 Ramadan. Adapun awal puasa hari Sabtu, maka malam kemuliaan ini akan tiba pada malam tanggal 23 Ramadan. Namun, malam ini tidak bisa diketahui pastinya. Ketika kita menjaga sepuluh malam terakhir bulan Ramadan ini dengan kebaikan dalam amal saleh, maka selayaknya kita mendapatkan salah satu malam yang lebih baik daripada seribu bulan ini.
Terakhir, mari sama-sama kita bersyukur telah merasakan nikmat beribadah di bulan Ramadan pada tahun ini. Selain itu, mari sama-sama kita tingkatkan kembali ketakwaan dan amal saleh kita di sisa sepuluh hari terakhir Ramadan ini. Semoga kita berhasil memperoleh kemulian malam Lailah al-qadr. Amin.
Tulisan ini dikutip dari kitab ‘Is’afu ahlil iman karya Syeikh Hasan Muhammad al-Masyath hal 97-98 Bab Ma Yathlub fi al-‘asyri al-awakhiri min ramadhan wa bayan lailatul qadar, yang menjadi kajian Ramadan di PP. An Nur Komplek Nurul Huda dan diampu oleh guru kita tercinta Gus Muhammad Rumaizijat. Wallahualam. (Jamal)