Pojok Santri

Sepotong Kenangan KH. Ashim Nawawi di Hati Santri 5

Kenangan Mengaji Bersama Bapak KH. Ashim Nawawi

Jika ditanya apa kenangan paling berkesan yang saya alami bersama Bapak KH. ‘Ashim Nawawi, maka tidak ada kenangan lain yang lebih indah selain mengaji kitab bersama beliau.

Bapak Yai Ashim adalah sosok guru kami yang tidak pernah sedikit pun mengeluh, apalagi dalam hal mengaji. Di pondok, ada jadwal mengaji kitab yang dikhususkan untuk santri mahasiswa dan tahasus setiap pagi, mulai pukul 09.00–10.00.

Salah satunya diampu oleh beliau dan bertempat di mushola pondok putra. Keistiqomahan beliau sungguh luar biasa, satu kali pun tidak pernah beliau telat rawuh untuk mengajar ngaji, berbeda dengan kami yang sering sekali datang terlambat.

Pernah suatu hari, tepatnya hari Selasa, di mana setiap Selasa pagi di pondok putri ada jadwal roan atau kerja bakti. Hal itu menyebabkan banyak santri berhalangan berangkat ngaji kitab. Saat itu sudah pukul sembilan lewat sepuluh menit, belum terlihat ada mbak-mbak yang berangkat karena sebagian besar mendapat jatah roan. Ndilalah saya ketiduran dan terlambat berangkat. Bersama seorang teman, kami buru-buru menuju tempat ngaji karena takut Bapak sudah rawuh.

Ketika sampai di gerbang, tiba-tiba terlihat Bapak sudah mlampah kembali dari pondok putra dan berpapasan dengan kami di depan gerbang pondok putri. Saya langsung kaget dan spontan menunduk. Beliau berhenti mlampah, lalu bertanya dengan lembut,

“Loh, arep ngaji?”

Mungkin karena melihat saya memakai mukena dan membawa kitab, beliau bertanya demikian. Saya menjawab dengan perasaan bersalah, “Enggih,” sambil mengangguk pelan.

Beliau tersenyum.

“Owalah, yo wis, ayo ngaji. Tak kira lagi ono acara opo liyane. Kok pas aku tekan kono ra ono uwong. Yo wis, ayo ngaji wae,” ucap beliau sambil tersenyum dan membalikkan arah, berjalan pelan dibuntuti kami berdua.

READ  Sepotong Kenangan KH. Ashim Nawawi di Hati Santri 1

Saya sangat malu dan merasa bersalah waktu itu. Sudah jelas sejak tadi beliau pasti menunggu kami begitu lama untuk mengaji. Ya Allah…

Bapak, bahkan njenengan pun tidak pernah sedikit pun marah ketika kami terlambat datang mengaji. Meskipun yang hadir hanya sedikit, tidak pernah terlihat rona marah di wajah Bapak.

Maafkan kami yang sering menyepelekan waktu ngaji, bahkan terkadang malas berangkat. Padahal kami seharusnya malu, karena belum bisa seistiqomah Bapak. Seharusnya kami malu karena semangat kami tidak ada bandingannya dengan semangat Bapak, yang tak pernah lelah mengingatkan kami agar sregep ngaji.

Beliau pernah berpesan di sela-sela waktu mengaji,

“Ngaji iku sek mempeng, awakmu kudu dipekso nggo ngaji. Mergo ora ono wong ngaji sepisan njuk langsung paham. Mergo sesuk sek kanggo nang masyarakat ki yo ngajimu kui. Nek ora do ngaji, njuk arep ngopo?”

Bapak, kini kami masih tetap mengaji kitab pagi, namun tanpa kehadiran bapak di depan kami. Kami semua akan selalu merindukan bapak.

Sugeng tindak, Bapak Yai Ashim Nawawi.

Meski Bapak sudah tidak bersama kami, kami yakin doa-doa Bapak selalu menjadi cahaya penuntun. Semangat dan keistiqamohan Bapak yang tidak pernah luntur akan terus menjadi teladan kami. Nasehat dan pesan-pesan Bapak akan selalu menjadi arah bagi kami, santri-santrinya.

Bapak akan selalu hidup dalam hati kami semua.

Lahul Fatihaah..

Penulis: Aghla Salsabila, Santri Pondok Pesantren An Nur Komplek Putri Pusat

Maafkan saya Abah

Pagi itu, saat kami sedang bercanda gurau sambil sarapan bersama, tiba-tiba salah satu teman kami mendapat kabar duka bahwa beliau, Abah KH. ‘Ashim Nawawi, telah berpulang ke rahmatullah.

Sosok kiai dan guru bagi kita semua. Seorang pendidik yang sangat istiqamah dan sabar dalam mengajar kami, para santrinya.

READ  Cerita Mini Santri 3: Abu Nawas

Teringat betul waktu masih duduk di bangku Aliyah. Beliau mengajar mata pelajaran ASWAJA di madrasah. Pelajaran yang dijadwalkan pada jam terakhir, saat rasa kantuk dan malas mulai datang. Namun meski begitu, beliau tetap istiqomah. Tidak pernah sekalipun absen mengajar, kecuali jika ada halangan yang benar-benar penting.

Pernah suatu waktu kami tak memiliki tempat belajar karena mushola sedang digunakan. Seharusnya kami belajar di kelas lantai dua, tetapi karena beliau sudah sepuh, kami memilih untuk belajar di lantai satu. Kami pernah belajar di lobi IIQ, bahkan sempat meminjam kantor Diniyah. Begitulah semangat beliau yang luar biasa.

Yang paling membuat saya menyesal adalah saat saya sering tertidur ketika mengaji kitab. Kadang saya duduk di belakang dan tak terlalu mendengar suara beliau, hingga akhirnya saya mengantuk. Kini aku sungguh menyesal.

Andai waktu bisa diulang, saya akan memperbaiki semuanya.

Maafkan saya, Abah.

Semoga engkau selalu menganggap kami sebagai santri-santrimu, dan semoga engkau diberikan tempat terbaik di sisi-Nya.

Aamiin.

Penulis: Ananda Dini W, Santri Pondok Pesantren An Nur Komplek Al Maghfiroh

annurngrukem

Admin website. Pengurus Pondok Pesantren An Nur. Departemen Multimedia Bidang Informasi dan Teknologi.

Related Articles

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *

Back to top button
WeCreativez WhatsApp Support
Tim dukungan pelayanan kami siap menjawab pertanyaan Anda. Tanyakan apa saja kepada kami!
Hai, ada yang bisa saya bantu??