Artikel

Santri Harus Jadi Pelopor Keselamatan Berlalu Lintas

Matahari perlahan mulai tenggelam. Menandakan waktu sore yang akan tergantikan malam. Padatnya kendaraan membuat arus lalu lintas terasa mencekam. Perlu kesabaran tingkat tinggi agar amarah bisa diredam.

Kian hari berkendara di jalan raya terasa sulit untuk nyaman. Terlebih saat ramai-ramainya hilir mudik kendaraan. Seperti sore hari yang selalu menjadi pengharapan. Sebab ingin segera pulang, setelah lelah bekerja seharian.

Beragam karakter pengendara sepeda motor sungguh jauh dari kesan mengutamakan keselamatan. Hampir semuanya ingin menjadi yang terdepan. Berlomba-lomba menjadi yang tercepat sampai di tujuan.

Beruntunglah para santri, selama belajar di pesantren, para kiai juga menganjurkan kepada para santri agar saling berlomba-lomba. Namun, bukan berarti perlombaan kebut-kebutan di jalanan. Anjuran untuk berlomba-lomba ialah dalam hal kebaikan. Sebagaimana pesan Allah Subhanahu wa ta’ala;

وَلِكُلٍّ وِّجْهَةٌ هُوَ مُوَلِّيْهَا فَاسْتَبِقُوا الْخَيْرٰتِ ۗ اَيْنَ مَا تَكُوْنُوْا يَأْتِ بِكُمُ اللّٰهُ جَمِيْعًا ۗ اِنَّ اللّٰهَ عَلٰى كُلِّ شَيْءٍ قَدِيْرٌ

“Dan setiap umat mempunyai kiblat yang dia menghadap kepadanya. Maka berlomba-lombalah kamu dalam kebaikan. Di mana saja kamu berada, pasti Allah akan mengumpulkan kamu semuanya. Sungguh, Allah Maha Kuasa atas segala sesuatu.” (QS. Al-Baqarah 2: Ayat 148)

Jamak terjadi kecelakaan lalu lintas yang lebih dikarenakan human eror. Artinya, kebanyakan musibah yang terjadi akibat kelalaian manusianya. ‘Golongan’ ini mengedepankan egoisme saat berkendara. Minim ketaatan terhadap rambu-rambu lalu lintas.

Selain itu, kurangnya empati mencerminkan ketidakpedulian. Tentu tidak semuanya, tetapi mayoritas mengutamakan kepentingannya sendiri. Bahkan tidak sedikit yang justru merasa sebagai jagoan jalanan.

Maraknya fenomena (ketidakwajaran berkendara) tersebut membuat para pengendara yang santun terpinggirkan. Banyak dari mereka yang akhirnya menjadi korban ganasnya jalanan. Padahal, mereka inilah yang taat peraturan lalu lintas. Sungguh ironis memang, tetapi demikianlah faktanya.

READ  Metamorfosa Santri

Misalnya saja ketika berkendara mendekati traffic light. Para jagoan jalanan kerapkali menambah kecepatan laju kendaraan sewaktu lampu berwarna kuning. Walaupun sebenarnya pengendara paham bahwa lampu kuning sebagai tanda hati-hati (kurangi kecepatan).

Alasan mengapa tetap melaju dan gas pool, dijawab; supaya tidak ‘terjebak’ kekangan lampu merah. Bagi mereka, lampu merah dianggap menghambat perjalanan. Belum lagi kalau sedang terburu-buru, kata-kata kasar pun terlontar.

Traffic light disebut pula APILL, singkatan dari Alat Pemberi Isyarat Lalu Lintas yang terpasang di persimpangan jalan. Fungsinya untuk mengatur pengendara agar saling bergantian dalam melajukan  kendaraannya. Keberadaan APILL ini sangat penting demi menghindari kecelakaan (tabrakan) dari arah yang berlawanan.

Padatnya antrian menanti warna hijau serasa membuat gerah. Apalagi kalau kondisinya pas tengah hari, dikala sengatan matahari sedang panas-panasnya. Maka sang jagoan jalanan pun memutuskan untuk tidak menyia-nyiakan lampu kuning.

Petaka akhirnya terjadi. Pengemudi yang tertib lalu lintas akan memperlambat kendaraan sewaktu lampu kuning. Lalu berhenti ketika lampu merah. Ironisnya, kendaraan dibelakangnya justru menghantam keras sebab pengemudinya tidak lagi mampu mengerem.

Kalau sudah begitu, lantas siapa yang patut disalahkan?. Kejanggalan pun terjadi, si penabrak merasa dirinya betul. Ia menyatakan berlaku benar dengan tetap melaju disaat lampu masih menyala kuning.

Hal diatas hanyalah salah satu contoh hukum rimba yang terjadi dijalanan kita. Siapa yang kuat, dia yang bertindak hebat. Berkendara was wes tanpa mengindahkan hak dan kewajiban sesama pengendara. Masih banyak contoh lainnya yang cukup mudah ditemui akibat keegoisan pengendara.

Sejatinya, peraturan lalu lintas dibuat demi keselamatan bersama. Meminimalisir resiko terjadinya kecelakaan saat berkendara. Mewujudkan kedamaian di jalan raya.

Santri yang telah mempelajari akhlak bagaimana berkepribadian baik, pastinya akan berperilaku sopan dan santun ketika mengendarai kendaraan bermotor. Beberapa perilaku yang bisa diterapkan selama berkendara (memakai sepeda motor) yaitu;

  • Memastikan kendaraan yang digunakan dalam keadaan normal. Terutama mesin beserta perangkat yang menggerakkannya, rem, lampu utama atau biasa disebut headlamp, lampu sein dan spion.
  • Membaca doa sebelum memulai perjalanan. Doa yang dibaca bebas, sesuai keyakinan masing-masing. Bisa surah Al-Fatihah atau lainnya.
  • Rileks dan jaga konsentrasi. Jangan berkendara jika dalam keadaan ngantuk atau terlalu lelah.
  • Pegang handle gas senyaman-nyamannya (tempatkan jari telunjuk dan jari tengah pada tuas rem). Kemudian tarik handle gas secara perlahan. Rasakan tarikannya sesuai kebutuhan.
  • Mulailah melaju dengan memperhatikan kondisi sekitar (sekiranya sudah masuk hitungan jarak aman dari kendaraan lain).
  • Melajulah dengan penuh kehati-hatian dan senantiasa waspada. Sebab, hati-hati saja ternyata tidak cukup, mesti waspada atas segala keadaan yang tidak terduga adanya.
  • Ikuti ritme kendaraan di sekitar. Pastikan selalu jaga jarak aman agar bisa mengerem dan menghindar dari kemungkinan resiko ‘gesekan’ sesama kendaraan.
  • Patuhi peraturan lalu lintas dengan memperhatikan rambu-rambu yang ada. Terus pahami fungsi dan petunjuk dari rambu-rambu tersebut.
  • Jangan menggunakan ponsel saat sedang berkendara karena akan menurunkan daya konsentrasi.
  • Jangan berkendara secara beriringan (dua sepeda motor yang melaju berdampingan sembari mengobrol). Apabila ada hal penting yang ingin dibicarakan, segera menepi di lokasi yang aman. Dua motor yang berdampingan, sama lebarnya dengan ukuran sebuah truk.
  • Jagalah selalu emosi agar tetap stabil, tidak mudah terbawa amarah. Sesungguhnya, mengalah adalah perilaku utama bagi orang yang mulia hatinya.
READ  Rintihan Perawan Tua

Selama mengendarai sepeda motor, baiknya membawa Surat Tanda Nomor Kendaraan (STNK dan Surat Izin Mengemudi (SIM) sebagai bentuk tanggung jawab warga negara yang taat hukum. Jika STNK dan SIM selalu dibawa, insyaallah perjalanan terasa nyaman.

Terakhir, semoga santri senantiasa menjadi generasi umat Islam yang mengedepankan kebaikan dalam hidupnya, termasuk dengan berperilaku tertib di jalan raya. Bahkan lebih dari itu, santri bisa menjadi pelopor keselamatan berlalu lintas.

Penulis: Muhammad Taufik

IKUTI OFFICIAL RESMI KAMI:

Facebook – pondok pesantren tahfidz an-nur

Instagram – @annurngrukem

Twitter – @annurngrukem

YouTube – annurngrukem

M Taufiq

Lahir di Denpasar Bali. Pendidikan MTs hingga Perguruan Tinggi di Pondok Pesantren An-Nur. Kini bersama keluarga tinggal di Banguntapan Bantul.

Related Articles

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *

Check Also
Close
Back to top button
WeCreativez WhatsApp Support
Tim dukungan pelayanan kami siap menjawab pertanyaan Anda. Tanyakan apa saja kepada kami!
Hai, ada yang bisa saya bantu??