Spirit Ilahiyah Menuju Politik yang Bermartabat
Perlu kita ingat dan mengerti bahwa hadirnya Islam bukan hanya berorentasi pada tataran syari’at melainkan juga mengatur sosial, budaya, politik, demokrasi, pendidikan, dan lain sebagainya. Sebagaimana dengan meminjam istilah al-Qur’an “bahwa di dalamnya terdapat segala sesuatu/dijelaskan semua hal” (tibyanan li kulli syain). Tetapi perlu dimengerti juga bahwa karakter al-Qur’an adakalanya yang tsawabit (tetap) biasanya menjelaskan tentang masalah teologi dan hukum syariat. Dan ada juga yang mutaghayyirat (berubah) biasanya menjelaskan tentang prinsip-prinsip dalam bernegara, politik, demokrasi, budaya dan lain sebagainya selain ayat-ayat yang tsawabit.
Sehingga dalam proses aplikasi nilai-nilai yang terkandung di dalamnya selalu relevan kapanpun dan di manapun. Karena di atas sudah disinggung, bahwa al-Qur’an memuat segala sesuatu, tentunya dalam masalah politik tidak luput dari penyebutan meskipun hanya berupa prinsip dasar. Perlu disadari bahwa peran politik sangatlah penting dalam mengatur tatanan Negara. Karena politik bagaikan konstruksi atau instrumen yang akan menentukan arah Negara. Dan ini –dalam doktrin kita- juga sejalan dengan dinobatkannya manusia sebagai khalifah di bumi. Dalam hal ini, diberbagai tempat, al-Qur’an menawarkan beberapa formulasi guna menciptakan tatanan Negara yang ideal melalui politik yang bermartabat.
Pertama, yang harus dimiliki oleh siapa saja nantinya yang akan memerankan politik harus mempunyai integritas dan kredibilitas yang tinggi. Sebagaimana termaktub dalam al-Qur’an tentang kisah negeri Saba yang dipimpin oleh sorang ratu dengan kemampuan berpolitik handal yaitu ratu Balqis. Dijelaskan bahwa dibawah kepimimpinannya menjadikan negeri tersebut aman, tentram bahkan al-Qur’an menyebutkannya dengan negeri dua surga. Harus dipahami bahwa keberhasilan tersebut tidak lepas dari peran ratu Balqis dalam mengatur negaranya. Antara lain upaya yang dilakukannya adalah Forum musyawarah. Menjadi sangat penting ketika musyawarah digunakan untuk menampung aspirasi masyarakat guna menggali solusi-solusi menuju negeri yang terbaik. Dengan adanya dialog/musyawarah juga akan menjadi faktor pemicu berkurangnya tindak anarkisme.
Hal ini bisa dianalisa dengan melihat bahwa adanya pengakuan terhadap masyarakat sebagai bagian dari kesatuan sebuah Negara dalam menjalankan politik. Karena harus dipahami bahwa tidak ada sebuah Negara yang mendambakan akan adanya tindak kekerasan, diskriminasi, dan lain sebagainya. Tentunya yang didambakan adalah sebuah Negara yang penuh dengan kedamaian (baca selengkapnya surat Saba ayat 15 dan surat an-Naml ayat 23-35).
Kisah negeri Saba ini mengingatkan kita bahwa dalam berpolitik tidak ada diskriminasi terhadap perempuan. Semua berhak untuk melakukannya. Dengan catatan yang menjadi pertimbangan adalah sejauh mana kemampuan dan keahliannya dalam berpolitik. Begitu juga kisah ini harus dipahami bahwa dalam berpolitik membangun Negara tidak mempertimbangkan apakah harus dengan system tertentu. Dan memang dalam berpolitik pada prinsipnya bagaimana aplikasi nila-nilai tersebut selalu mempertimbangkan kemaslahatan rakyat. Bukan masalah system.
Kedua, Amanah. Banyak ayat yang menjelaskan tentang hal ini (baca selengkapnya an-Nisa ayat 58 dan al-Anfal ayat 27). Karakter ini sudah menjadi syarat yang tidak bisa ditawar lagi bagi mereka-mereka yang “merasa” mengemban “titipan” Tuhan yaitu sebagai khalifah di bumi. Bagaikan dua sisi mata uang yang tidak bisa terpisahkan antara amanah dan khalifah. Dengan amanah inilah kesejahteraan masyarakat akan terjamin. Lebih jauh lagi karakter ini harus disempurnakan dengan dielaborasikan serta dikorelasikan dengan sifat-sifat Rasulullah Saw. yang lain yaitu Tabligh (berkomunikasi dan komunikatif), fathonah (cerdas dan berpengetahuan), Shidiq (jujur). Ingat !, ketika karakter-karakter ini terabaiakan oleh “para wakil Tuhan” maka stabilitas sosial akan terganggu dan tentunya untuk menciptakan tatanan Negara yang ideal akan jauh dari harapan.
Ketiga, keadilan. Salah satu ayat al-Qur’an yang menyebutkan tentang hal ini adalah surat al-Maidah ayat 8. Perlunya realisasi tentang hal ini guna membumikan prinsip egaliter. Setelah adanya perwujudan ini maka persatuan bangsa akan semakin solid sehingga tujuan bersama yaitu mensejahterakan rakyat semakin mudah. Mengingat dalam konteks Indonesia keadilan sulit diperjuangkan. Birokrasi sudah menjadi lahan bisnis transaksional yang mengakibatkan kecemburuan sosial. Dan pada akhirnya, terjadi perpecahan dan permusuhan antar saudara. Keempat, Kepedulian yang tinggi. Bahwa dalam berpolitik tentunya mempunyai visi dan misi yang harus dicapai. Sebuah perubahan dimana tidak ada pihak yang diuntungkan dan dirugikan, melainkan semua merasakan apa yang diimpikan menjadi terwujud. Doktrin spiritual kita banyak mengajarkan bahwa dalam berpolitik harus peka terhadap upaya menciptakan ketenangan dan mencegah terjadinya ketidak stabilan sosial masyarakat (amar ma’ruf nahi munkar). Selain itu juga harus selalu memperhatikan golongan minoritas yang terkadang sering mengalami diskriminasi. Tidak lupa pula peduli terhadap kaum lemah yang selalu menunggu uluran tangan. Uraian di atas dalam masalah ini bisa diungkapkan dengan kata sederhana –sebagaimana termaktub dalam al-Qur’an- bahwa banyak sekali pesan-pesan yang disampaikan di dalamnya menuntut umat di alam ini untuk bahu membahu dan saling mengingatkan dalam kebenaran, kebaikan, kesabaran, ketabahan serta kasih sayang (baca selengkapnya surat al-Ashr, al-Balad, dan al-Imron ayat 110). Demikianlah uraian singkat dan penuh dengan kekurangan tentang masalah prinsip-prinsip politik yang diambil dari sebagian kecil dari luasnya samudera ilmu yang ada di dalam al-Qur’an. Hal ini disadari bahwa dalam tulisan ini masih banyak prinsip-prinsip lain yang tidak diuraiakan di sini. Apalagi setelah diketahui bahwa sumber primernya adalah al-Qur’an tentunya tidak mungkin ada habisnya untuk selalu dibicarakan dan di sini bukan tempatnya. Meskipun begitu –tanpa menafikan prinsip yang lain- jika apa yang telah diuraiakan dia atas direalisasikan secara maksimal, maka apa yang selama ini dicita-citakan bersama dalam menciptakan “pesan Tuhan” yang secara tersirat diamanahkan kepada mereka-mereka yang menjadi khalifatullah akan menjadi mudah. Dan siapapun nantinya yang akan menjadi “nahkoda” Negara kita tercinta ini selama prinsip-prinsip di atas tidak terabaikan, kita sebagai warga yang bermartabat harus mendukung penuh dan disinilah kita benar-benar telah membumikan demokrasi yang sebenar-benarnya.
Waallahu a’lam bisshowab
Writen by : Arwani
Editor by : Qowim M.