Catatan Alumni: Oleh-Oleh Ngaji dalam Rangka Haul & Khataman Alquran Ponpes An Nur
Santri harus menjaga karakter seorang santri, terutama karakter dan sifat tawaduk. Dikisahkan, Nabi Musa setelah menerima wahyu berupa Kitab Taurat ditanya oleh salah satu umatnya
اي
الناس اعلم في العالم
“Siapa manusia yang paling alim di dunia ini?”
Secara syariat, Nabi Musa menjawab; “Saya yang paling alim”. Kemudian Nabi Musa ditegur oleh Allah karena tidak mengembalikan sifat “a’lam” kepada Allah SWT. dan diperintah oleh Allah untuk berguru kepada Nabi Khidhir.
Saat Nabi Musa sowan kepada Nabi Khidhir, beliau berkata (sesuai yang difirmankan oleh Allah dalam Surah al-Kahfi ayat 66:
هل
اتبعك علی ان تعلمن مما علمت رشدا
“Bolehkah aku mengikutimu supaya engkau mengajarkan kepadaku sebagian dari
ilmu yang telah diajarkan kepadamu, ilmu yang benar, yang bisa
membimbing.”
Ayat di atas dijelaskan Imam Fakhruddin ar-Rozy dalam Kitab Mafatihul Ghaib, bahwa
seorang santri harus memiliki karakter dan sifat seperti yang dilakukan oleh
Nabi Musa. Yaitu seorang calon santri harus minta izin kepada calon gurunya.
Selain itu juga patuh, mengikuti dan mau berkhidmat kepada gurunya seperti apa yg dikatakan oleh Nabi Musa kepada Nabi Khidhir: (هل اتبعك) “bolehkah aku mengikutimu”.
Sayidina Abdullah bin Abbas, seorang sahabat Nabi SAW. yang luar biasa alimnya, terutama dalam bidang tafsir, ternyata sewaktu masih kecil beliau sudah berkhidmat kepada gurunya, yaitu Nabi Muhammad SAW.
Khidmat Ibnu Abbas kepada Nabi tidak hanya ketika diperintahkan oleh Nabi. Bahkan beliau seorang yang cekatan, “Tanggap Ing Sasmito”, tanpa diperintah dan tanpa dikomando, beliau siap siaga dalam berkhidmat.
Diceritakan, suatu saat, Nabi dan sahabat Abu Bakr pergi bersama dan bertemu sahabat Ibnu Abbas yang waktu itu masih kecil. Waktu itu, Nabi ke kamar kecil hendak buang hajat. Seperti biasanya, kalo Nabi sehabis dari kamar kecil, beliau langsung berwudu.
Melihat Nabi memasuki kamar kecil, tanpa dikomando, tanpa diperintah, Ibnu Abbas langsung menyiapkan air satu ember di luar kamar kecil untuk berwudu Nabi. Setelah Nabi keluar dari kamar kecil, beliau bertanya; “Siapa yang menyiapkan air ini?”. Sahabat menjawab, “anak kecil ini Nabi, Ibnu Abbas”. Nabi langsung berdoa;
اللهم
فقهه في الدين وعلمه التاءويل
“Ya Allah, berikanlah penguasaan, pemahaman dalam agama kepadanya dan berikanlah (pula) Ilmu Ta’wil, Tafsir Alquran, kepada Ibnu Abbas”.
Ibnu Abbas waktu sekitar umur 15 tahun pernah diajak oleh sahabat Umar bin Khattab dalam sebuah pertemuan sahabat-sahabat Nabi, yang lebih senior. Sebab, meskipun Ibnu Abbas masih kecil beliau dianggap seorang yang cerdas.
Pada pertemuan tersebut sahabat Umar memberikan sebuah pertanyaan kepada para sahabat yang lebih senior tentang tafsir surah an-Nashr. Rata-rata para sahabat memberikan tafsirannya dengan menyimpulkan keberhasilan dakwah Nabi Muhammad SAW.
Sementara Ibnu Abbas memiliki tafsir yang mengagetkan, berbeda dari semua penafsiran yang sudah disebutkan. Beliau menjelaskan bahwa surah an-Nashr ini mengisyaratkan tentang kewafatan Nabi. Karena ketika Nabi telah berhasil dalam dakwahnya, maka dari itu, menunjukkan bahwa tugas Nabi hampir selesai dan tidak lama lagi Nabi akan dipanggil oleh Allah SWT.
Penafsiran Ibnu Abbas tersebut pada akhirnya, yang dikemudian hari menjadi metode tafsir yang disebut Tafsir Isyary.
Selain Cerita Ibnu Abbas, ada pula cerita dari Sahabat Ibnu Mas’ud, juga seorang yang sangat berkhidmat kepada gurunya, Nabi Muhammad SAW. Pekerjaan beliau ketika masih muda adalah menggembala kambing.
Suatu ketika, Nabi meminta Ibnu Mas’ud untuk mengambilkan air susu kambing yang digembalakannya. Dengan sangat sopan, Ibnu Mas’ud menjelaskan kpd Nabi bahwa kambing yang digembalakannya itu bukan miliknya, namun milik majikannya. Sehingga Ibnu Mas’ud tidak berani.
Kemudian Nabi meminta untuk dicarikan kambing betina yang belum dikawini oleh kambing jantan. Pada umumnya, kambing betina yang belum dikawini memiliki ciri susunya masih kempet. Akhirnya Ibnu Mas’ud mengambilkan kambingnya untuk dihadapkan ke Nabi.
Setelah itu Nabi memegang susunya kambing dan langsung membesar. Sehingga kambing itu akhirnya bisa mengeluarkan air susunya dan bisa diminum oleh Nabi. Atas Khidmat dan kepatuhan Ibnu Mas’ud itu, Nabi kemudian mendoakannya;
انت
غليم معلم
“Semoga engkau menjadi pemuda yg terdidik, terpelajar.”
Dalam cerita Ibnu Mas’ud di atas, Sayyid Muhammad bin Alawi menjelaskan tentang
status kehalalan air susu kambing tersebut, padahal kambing itu bukan milik
Nabi. Jelasnya, air susu kambing tersebut dihukumi halal, karena air itu
bersumber dari mukjizat Nabi Muhammad SAW., bukan dari kambingnya majikannya
Ibnu Mas’ud.
Hadrotussyaikh KH. Hasyim Asy’ari saat nyantri di pondok Simbah KH. Kholil, Bangkalan, khidmatnya kepada guru sangat luar biasa. Suatu ketika Simbah KH. Kholil dawuh kepada santri-santrinya bahwa akan datang seorang tamu yang lumpuh. Beliau menawarkan siapa yang bersedia menggendong, membawakan tamunya ke ndalem beliau. Tidak ada satupun dari para santri yang bersedia, kecuali Hasyim Asy’ari.
Bahkan disaat tamu itu hendak
pulang, hanya Hasyim Asy’ari yg bersedia menggendongnya. Ketika tamu sudah
pulang, Simbah KH. Kholil memberitahukan kepada para santrinya, bahwa tamu yang
lumpuh itu adalah Nabi Khidhir. Semua santri merasa menyesal, kecuali Hasyim
Asy’ari yang selalu siap berkhidmat kepada gurunya dalam hal apapun.
Masih menurut Imam ar-Rozy, bahwa
seorang santri tidak boleh merasa pintar, melainkan harus merasa bodoh
dihadapan gurunya. Sebagaimana ketawadukan dari Nabi Musa ketika hendak belajar
kepada Nabi Khidhir: (هل
اتبعك ان تعلمن) ” bolehkan aku mengikutimu supaya
engkau mengajarkanku.”
Mustayar PBNU, KH. Dimyathi Rois, Kaliwungu, Kendal, pernah bercerita tentang tradisi ketawadukan para kiai Kaliwungu zaman dulu. Jika ada kiai yang ahli tafsir membuka pengajian, maka kiai lain yg ahli fikih, ahli hadis, ahli tauhid dan yang lainnya, akan mengikuti pengajian tersebut.
Begitu juga ketika ada kiai yang
ahli fiqh membuka pengajian, maka kiai yang ahli tafsir dan kiai-kiai lainnya
akan mengikutinya. Begitu seterusnya, saling merasa tawaduk, antara satu kiai dan
kiai lainnya.
Santri harus berkeyakinan bahwa yang diajarkan oleh gurunya itu hanya sebagian ilmu yang dimiliki gurunya. Agar kelak dikemudian hari ketika santri sudah selesai dia tidak merasa sepadan atau bahkan merasa lebih pintar dari gurunya.
Seperti yang diyakini oleh Nabi
Musa tentang Nabi Khidhir: ( مما علمت رشدا) “Sebagian dari ilmu yang telah
diajarkan Allah kepadamu.”
Selanjutnya, santri harus mengharapkan ilmu yang “Rusyd”, yang bisa membimbing. “Rusyd” ini hanya bisa didapatkan dari seorang guru, bukan dari buku atau internet. Dikarenakan dari bimbingan seorang guru atau kiai akan ada hubungan batin “itthisol ruhani.”
Itthisol Ruhani harus tetap
dijaga meskipun antara santri dan gurunya sudah berpisah dengan cara selalu
mengingat dan mendoakan gurunya.
Dalam kitab Imam Jalaluddin
as-Suyuthi, Kitab Syarhus-Shudur bi Syarhil Mauta wal Qubur, dijelaskan bahwa
orag yang meninggal dunia masuk ke dalam alam barzakh. Barzakh itu sendiri
memiliki arti penghalang. Di mana di alam itu, mereka bisa melihat kita teptapi
kita tidak bisa melihat mereka.
Seperti Mbah Kiai yang sudah wafat mengetahui siapa saja yang aktif sowan, menziarahinya.
ولا تقولوا لمن يقتل في سبيل الله امواتا ۰ بل احياء ولكن لا تشعرون
“janganlah kalian mengatakan terhadap orang-orang yang gugur di jalan
Allah, (bahwa mereka itu) mati; bahkan (sebenarnya) mereka itu hidup, tetapi
kalian tidak menyadarinya.” (QS. Al-Baqoroh: 154)
Seorang santri yang sudah berkiprah di masyarakat tidak boleh merasa khawatir dengan masalah rezekinya.
من عمل صالحا من ذكر او انثى وهو مؤمن فلنحيينه حياۃ طيبۃ ولنجزينهم اجرهم باحسن ما كانوا يعملون
“Barang siapa yg mengerjakan amal soleh, baik laki-laki maupun perempuan,
dlm keadaan beriman, maka sesungguhnya akn Kami berikan kepadanya kehidupan
yang baik: dan sesungguhnya akan Kami beri balasan kepada mereka dg pahala yg
lebih baik daripada apa yg tlh mereka kerjakan.” (QS. An-Nahl: 97)
Wallahu
a’lam.
Pekalongan, 09 Robiul Awal 1441/07 November 2019.
Dikutip dari Facebook alumni: Muhammad Sidqul Amin
IKUTI OFFICIAL RESMI KAMI:
Facebook – pondok pesantren tahfidz an-nur
Instagram – @annurngrukem
Twitter – @annurngrukem
YouTube – annurngrukem