Esai

77 Rahasia Cabang Keimanan dalam Kitab Qomi’ut Tughyan

“Qomi’ut tughyan? Kitab opo iku? Aku agek krungu..”

Celetuk saya saat mendengar daftar kitab yang akan dikaji saat  bulan Ramadhan. Kitab yang masih sangat asing di telinga tersebut membuat saya penasaran akan isi dan penjelasan yang ada di dalamnya.

Qomi’ut Tughyan merupakan kitab syarah dari syair nadzom Syu’bul Iman (cabang iman) karya Syekh Zainuddin bin Ali bin Ahmad Syafi’i al-Kusyini al-Malibari. Beliau juga sekaligus pengarang kitab yang familiar di kalangan santri Indonesia yaitu Fathul Muin.

Kitab Qomi’ut Tughyan merupakan kitab gundul yang berbahasa Arab. Oleh karena itu, tidak semua orang bisa memahaminya secara langsung atau dengan kata lain harus memiliki guru. Seperti halnya sekarang, kitab Qomi’ut Tughyan menjadi salah satu kitab yang dikaji di Pondok Pesantren An Nur Ngrukem saat bulan Ramadhan yang diselenggarakan oleh panitia Ramadhan Fil Ma’had (RFM) . Metode kajian yang digunakan ialah metode bandongan, dimana santri mendengarkan penjelasan guru sambil menulis makna pegonnya.

Kitab Syarah Qomi’ut Tughyan itu sendiri dikarang oleh seorang ulama besar Nusantara yaitu Syekh Muhammad Nawawi bin Umar al-Bantani. Beliau lahir di Tanara, Serang sekitar tahun 1230 Hijriah atau 1815 Masehi. Bergelar al-Bantani sebab beliau berasal dari Banten, Indonesia. Syekh Nawawi merupakan seorang ulama dan intelektual yang sangat produktif dalam menulis kitab, jumlah karyanya tidak kurang dari 115 kitab meliputi bidang ilmu fiqih, tauhid, tasawuf, tafsir, dan hadist.

Di dalam kitab Qomi’ut Tughyan, Imam Nawawi menuturkan 77 cabang keimanan secara ringkas dan mudah di pahami dalam 28 halaman. Dari jumlah 26 bait, Imam Nawawi menambahkan 3 bait di awal kitab dan ulama lain menambah 1 bait di belakang, menjadikan bait syair ini lengkap menjadi 30. Beliau memulainya dengan Basmalah dan muqoddimah singkat dilanjut dengan sabda Rasulullah SAW tentang iman:

READ  Tiga Hal Penting Menyambut Tahun Baru

“Iman itu 77 cabangnya. Yang paling utama dari cabang-cabang tersebut adalah mengucapkan “La ilaha illallah” (tiada Tuhan melainkan Allah) dan cabang yang paling rendah adalah menyingkirkan rintangan dari jalan. Malu (berbuat maksiat) adalah satu cabang dari iman.”

Ketujuh puluh tujuh cabang iman yang dimaksud dalam kitab ini terbagi menjadi 8 bagian yaitu:

Bagian pertama, yaitu beriman kepada Allah SWT, malaikat, kitab, nabi, kerusakan seluruh alam semesta, kebangkitan orang mati, qadar, hari kebangkitan, serta beriman kepada surga dan neraka.

Kedua, yaitu mencintai Allah SWT, takut kepada siksa Allah, mengharap rahmat Allah, tawakkal, mencintai Nabi Muhammad SAW, mengagungkan derajat Nabi Muhammad Saw, bakhil terhadap agama Islam, mencari ilmu, menyebarkan ilmu agama, serta mengagungkan dan menghormati Al-Qur’an.

Ketiga, yaitu bersuci, menunaikan shalat fardlu pada waktu yang sempurna, memberikan zakat kepada yang berhak dengan niat khusus, puasa Ramadhan, i’tikaf, haji, jihad, murabathah, tetap berperang dan tidak lari dari medan pertempuran, memberikan seperlima dari rampasan perang, memerdekakan budak yang mukmin, membayar kafarat, serta memenuhi haji.

Keempat, yaitu bersyukur, menjaga lidah dari omongan yang tidak pantas, menjaga kemaluan dari hal yang dilarang oleh allah, menunaikan amanat kepada yang berhak, tidak membunuh orang muslim, menjaga diri dari makanan dan minuman haram, menjaga diri dari harta yang haram, menghindari pakaian, perhiasan, dan bejana yang diharamkan, menjaga diri dari permainan yang dilarang, dan sederhana dalam membelanjakan harta.

Kelima, yaitu meninggalkan dendam dan hasud, melarang mencela orang muslim, di hadapannya atau tidak, ikhlas dalam beramal karena Allah Ta’ala, senang sebab taat, sedih sebab kehilangan taat, dan menyesal sebab maksiat serta bertaubat.

READ  Ramadhan, Waktu Latihan Puasa yang Sering Gagal

Keenam, yaitu menyembelih binatang qurban, aqiqah, dan hadiah, taat kepada ulil amri (penguasa) jika perintahnya sesuai dengan kaidah syariat islam; dan mentaati larangannya selama tidak bertentangan dengan kaidah syariat Islam, berpegang teguh pada apa saja yang disepakati jamaah, menetapkan hukum dengan adil, amar makruf nahi mungkar (menyuruh perkara yang sudah diketahui kebaikannnya dan melarang perkara yang ditentang oleh akal fikiran yang sehat), saling membantu dalam kebajikan dan ketakwaan, malu pada Allah SWT, berbuat baik kepada kedua orang tua, silaturrahim, dan berbudi pekerti yang baik.

Ketujuh, yaitu berbuat baik kepada budak belian, ketaatan budak kepada majikannya, menjaga hak istri dan anak-anak, mencintai ahli agama, menjawab salam orang muslim, mengunjungi orang sakit, melakukan shalat pada mayit muslim, membaca tasymit bagi orang yang bersin serta menjauhi setiap orang yang berbuat kerusakan.

Kedelapan, yaitu memuliakan tetangga, memuliakan tamu, menutupi aurat atau cacat orang mukmin, sabar dalam ketaatan hingga selesai melaksanakannya, zuhud, cemburu dan tidak membiarkan istri bercumbu rayu dengan laki-laki lain, berpaling dari omongan yang tidak berguna, dermawan, menghormat orang tua dan menyayangi anak muda, mendamaikan pertikaian di antara orang muslim bila dijumpai caranya, dan mencintai orang lain sebagaimana mencintai diri sendiri.

Qomi’ut Tughyan sendiri memiliki arti pembasmi kegelapan, yang berarti Imam Nawawi berharap kitab ini bisa menjadi petunjuk serta meningkatkan keimanan kita untuk selalu menghambakan diri kepada-Nya.

Wallahu a’lam

 

Azzah Atiqoh

Santri An Nur Komplek Hafiyya

Related Articles

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *

Back to top button
WeCreativez WhatsApp Support
Tim dukungan pelayanan kami siap menjawab pertanyaan Anda. Tanyakan apa saja kepada kami!
Hai, ada yang bisa saya bantu??