Penerimaan
Penerimaan
I
Aku berkelana melanglang buana
Kuselami berbagai perangai manusia
Hitam Putih beriring selaras pada atma
Dimakan masa, kian menua
Aku difahamkan oleh semesta
Bahwasanya,
Penerimaan tak bisa disetarakan
II
Bagaimana dengan rasa lega selepas bersitegas dengan isi kepala?
Atau, boleh jadi rasa rela sepurna putus asa?
Atau mungkin,
Perasaaan yang diutarakan dalam padanan kata
“Ya sudahlah, memang mau bagaimana?”
Mari kembali pada titik mula
Penerimaan tak bisa disetarakan
III
Acap kali tokoh ‘aku’ menuntut jawaban
Atas pesoalan hidup yang memusingkan
Melupa ajaran ‘Penerimaan’ yang Tuhan sampaikan
Duhai, Pantaskah?
‘Menerima’ saja belum sudah meminta Keadilan
Sunyi Malam yang Berisik
Di tengah keheningan malam sunyi, ketika dunia seakan terhenti,
isi kepala berisik dengan berbagai pikiran yang tak pernah usai.
Suara hati yang bergemuruh, bagaikan lautan emosi tiada terbendung,
mengalir deras dalam diam, mengisi setiap sudut kesadaran.
Bayangan kenangan melintas, menyisakan jejak-jejak rindu mendalam,
Sementara harapan dan kecemasan saling berlomba,
memarodikan melodi yang hanya bisa didengar oleh jiwa.
Drtik-detik kian berlalu, kesunyian menjadi kanvas,
tempat di mana setiap pikiran bebas menari pun berbisik,
menghantarkan kisah rumpang belum usai terungkap.
Malam sunyi ini, meski terasa begitu tenang,
adalah saksi bisu dari segala kegelisahan dan harapan
yang terus mencari jawab di tengah keheningan.