Halaman Terakhir

Hari itu, langit Bantul tampak cerah, tetapi hati Fatimah terasa mendung. Duduk di beranda Pondok Pesantren An Nur, ia memandangi mushaf kecilnya yang terbuka di surah Al-Baqarah ayat 283. Ayat terpanjang dalam Al-Qur’an itu berdiri seperti gunung terjal yang menghalangi langkahnya. Sudah tiga hari ia berusaha menghafalnya, tapi masih saja tersendat di bagian pertengahan.
“Fatimah, belum setor hafalan?”.. tanya Zahra teman sekelasnya yang baru saja menyetorkan hafalan.
Fatimah menggeleng pelan. “Belum zah, Aku masih stuck di ayat ini, rasanya seperti.. aku ngga sanggup.”
Zahra tersenyum. “Aku juga dulu merasa begitu. Tapi percaya deh, setelah ayat ini semuanya bakal lebih mudah. Bahkan, kamu bakal senyum-senyum sendiri nanti.”
Fatimah memiringkan kepalanya, bingung. “Hmmm… mudah bagaimana?”
“udah coba aja, yang penting terus dihafalin, jangan berhenti disini.”
Menatap ayat panjang
—————-
Di mushola pondok, Fatimah duduk sendirian setelah berjamaah Isya. Mushafnya terbuka, dan ia menatap ayat itu dengan sorot mata serius. Ayat ini, panjangnya satu halaman penuh, dengan kalimat-kalimat yang sangat sulit bagi Fatimah, karena berulang-ulang dan harus diperhatikan dengan lamat.
“Kenapa ayatnya harus sepanjang ini Ya Allahh…?” lirihnya dalam hati.
Namun, Fatimah teringat pesan Ibu Nyainya, bahwa setiap ayat dalam Al-Qur’an diturunkan dengan hikmah, dan ia hanya perlu bersabar. Maka ia mulai membagi ayatnya menjadi potongan kecil, ia membagi ayat itu menjadi bagian-bagian pendek, dari kalimat per kalimat, waqaf per waqaf, ia ulangi sampai lancar, lalu ia sambungkan terus menerus, hingga sempurnalah ayat tersebut.
Pukul sebelas malam, ia berhasil meyelesaikan setngah ayat itu. Meski lelah, ada sedikit kelelahan di hatinya.
Hari penentuan
Keesokan harinya, Fatimah duduk meghadap Bu Nyai untuk menyetorkan hafalan dengan perasaan campur aduk. Mushaf kecil di tangannya terasa berat seperti membawa seluruh perjuangannya selama ini.
“Maju nduk…” lirih suara Ibu Nyai.
Fatimah menarik nafas panjang. Perhalan ia mulai membaca lima halaman sebelumnya. dan sampailah ia pada ayat terpanjang dalam Al-Qur’an itu.
“Yaa ayyuhalladzina amanu idza tadayantum….”
Kalimat demi kalimat mengalir, meski sesekali ia harus berhenti demi mengingat. Ibu Nyai menyimak dengan sabar, dan memberikan koreksi kecil di sana-sini. Setelah hampir sepuluh menit setoran, Fatimah akhirnya menyelesaikan ayat itu.
Namun Ibu Nyai belum meminta Fatimah berhenti. “Sekarang coba kembali ke majelis, dan buka halaman berikutnya. Langsung dihafalkan saja, nduk.”
Fatimah membuka mushafnya ke halaman berikutnya. Ketika melihat ayat-ayat itu ia tertegun. “Wa inkuntum ‘alaa safarin..”, lalu setelahnya. “Lillahi maa fissamawatiwalardh..”. Ayat itu begitu familiar. Ia sudah menghafalnya sejak kecil. Sering mendengarnya dalam doa dan tahlil. Lidahnya meluncur lancar seperti air mengalir. Dengan waktu singkat, ia menyelesaikan semua ayat di halaman itu tanpa satu pun kesalahan.
Antara susah dan mudah
Setelah selesai, Fatimah tidak bisa menahan senyumnya. Perasaan lega, Bahagia dan Syukur bercampur menjadi satu. Ayat terpanjang yang ia pikir mustahil dihafal, kini tersa ringan. Dan sebagai hadiah, halaman terakhir itu seperti mengajaknya untuk bersantai dan menikmati proses.
Zahra menatap Fatimah, dan bertanya. “Bagaimana rasanya, Fatimah?”
Fatimah menghela nafas. “Rasanya, seperti menanjak bukit yang tinggi dan melelahkan. Tapi ketika di puncak, aku melihat jalan turunnya begitu indah dan mudah.”
Zahra tersenyum: Itulah pelajaran dari menghafal Al-Qur’an Fatimah.. Allah SWT menguji kita dengan kesulitan, tetapi Dia juga memberikan kemudahan di saat yang tepat. Ingat, hafalanmu bukan hanya untuk sekarang. Tetapi, akan menjadi temanmu di dunia dan akhirat.”
Hikmah
Fatimah menyadari bahwa menghafal Al-Qur’an adalah perjalanan yang penuh warna. Ada masa-masa sulit yang menguji kesabaran, tetapi juga ada masa-masa mudah yang memberikan kenikmatan yang tak terkira.
Ayat 283 adalah simbol perjalanan, tetapi halaman terakhir itu adalah simbol hadiah dari Allah SWT. Pengingat, bahwa setiap kesulitan pasti diiringi kemudahan.
Di akhir ini, Fatimah menatap mushafnya dengan mata berkaca-kaca. Ia menyadari, bukan hanya ayat-ayat itu yang kini terukir di hatinya, tetapi juga pelajaran hidup yang berharga. Bahwa setiap langkah menuju kebaikan selalu sebanding dengan keindahan di akhirnya.
Tamat
Penulis: Missrena Han, Santri Pondok Pesantren An Nur Komplek Al Maghfiroh




