Pojok Santri

Pojok Santri#11 (Pramuka dan Santri)

www.annurngrukem.com – Praja Muda Karana atau biasa disebut dengan Pramuka adalah sekolah nonformal yang didirikan dengan tujuan menyelenggarakan pendidikan kepanduan di Indonesia. Sebelum ditetapkan, Pramuka disebut dengan Poromoko yang berarti pasukan terdepan dalam perang.

Organisasi Kepramukaan ini berdiri pada tanggal 14 Agustus 1961 diselenggarakan pelantikan Majelis Pimpinan Nasional (Mapinas), ada Kwartis Nasional (Kwarnas) dan Ketua Kwartir Nasional Harian (Kwarnari) di Istana Negara dengan diikuti devile pramuka untuk diperkenalkan kepada masyarakat. Hingga peristiwa itu ditandai sebagai Hari Pramuka.

“Jadi menurut sampeyan, hari pramuka itu jadi momentum atau memang sebuah ikon, Bim?”, ucap mas Yazid menanggapi.

“Kalau menurutku, mas, hari pramuka merupakan sebuah momentum dan juga ikon. Karena kalau melihat kode etiknya pramuka itu merupakan dasar moralitas yang tinggi”, ucapku.

“Contohnya?”, mas Yazid memotong pembicaraanku.

“Jenengan sebenernya lebih paham, mas, haduh. Ini mah menguji diriku, ya?”, aku menepis sambil berpikir mencari jawaban.

“Ya, nggak begitu, Bim, ini kan kita sedang diskusi, hahaha”, ucap mas Yazid sambil terkekeh.

“Oke, mas, aku jawab sebisanya, ya, kode etik pramuka itu ada pada Tri Satya dan Dasa Dharma kan. Nah, Tri Satya itu janji anggota pramuka kepada dirinya, agama, nusa, dan bangsa. Sedangkan Dasa Dharma berupa sepuluh pedoman hidup dari sisi aturan terhadap Tuhan, manusia, dan alam ini. Nah ini merupakan dasar moralitas yang tinggi terhadap pembentukan karakter manusia.” lanjutnya.

“Kalau ditinjau dari segi ikon, pramuka adalah simbol dari penekanan karakter bangsa kita. Sebagai santri kita juga mempunyai itu semua, jadi secara tidak langsung pramuka dalam membenahi karakter bangsa seperti memakai esensi karakter santri secara simbol saja”, jawabku sebisanya.

“Hahah beda ya, kalau bicara dengan mantan presiden mahasiswa”, ucap mas Yazid sembari meminum segelas kopi yang mulai mendingin.

READ  Cinta Raisa #2

“Kalau menurutku jadi begini, Bim, isi dari Tri Satya adalah seorang pramuka berjanji untuk menjalankan kewajibannya terhadap Tuhan, Negara Kesatuan Republik Indonesia, terus menolong sesama hidup dan ikut serta membangun masyarakat, serta menepati Dasa Dharma Pramuka. Sedangkan Dasa Dharma itu ada sepuluh poin pedoman seperti takwa kepada Tuhan, cinta alam, kasih sayang sesama manusia, harus patuh, sopan, disipilin, bertanggung jawab, suci dalam pikiran, perkataan, dan berbuatan. Menarik ini, Bim, untuk kita kupas”, tambah mas Yazid.

“Nah itu, mas, tiga janji itulah yang ternyata para santri sudah melakukannya. Sampeyan ingatkan sejarah saat 10 November dahulu? Di sana para santri rela berkorban jiwa, raga, dan harta untuk mempertahankan kemerdekaan, ini yang aku maksud sebagai icon tadi mas.

Tinggal bagaimana kita tepati sepuluh pedoman ini untuk sama-sama menjadi garda terdepan perubahan bangsa kita. Ini yang aku maksud sebagai momentum mas”, Aku menanggapi pernyataan mas Yazid, sejurus kemudian bergantian menyeruput kopi di hadapan kami.

“Siyap, siap, Bim, jadi bisa ditarik kesimpulan bahwa hari pramuka merupakan momentum sekaligus ikon, baik bagi santri maupun bagi pelajar, ya?”, ucap mas Yazid sembari tersenyum.

“Iya betul, mas. Oiya, mas, sudah masuk sepertiga malam, sebentar lagi masuk waktu sholat subuh, hehe”, jawabku sembari mengingatkan seudah dekat waktu subuh.

“Iya, Bim, tidak terasa, ya? Hehe. Terima kasih telah menemani ngobrol ke sana-kemari soal moralitas”, ucap mas Yazid.

“Siap, mas, sama-sama. Saya juga mengucapkan banyak terima kasih. Pembahasan moral malam ini sedikit menyinggung soal pramuka karena bertepatan dengan hari pramuka loh saat ini”, ucapku.

“Haha, iya, saya tanya ini karena dulu waktu MA kan kamu aktivis keras pramuka juga kan, Bim?”, balas mas Yazid.

“Iya, mas. Tapi itu kan dulu. Sekarang saya kan sebagai santri. Dan ternyata semua nilai yang terkandung dalam Tri Satya itu sejatinya sudah dipraktekkan oleh santri. Jadi yang masih menjadi PR kita bersama adalah bagaimana identitas santri yang kita punya ini bisa menjadi pedoman dalam hidup kita. Singkatnya, ya, santri ku harus ku dharmakan mas”, jawabku dengan mantap.

READ  Pojok Santri#4 (Wasiat Simbah Nawawi)

“Siap pak manpres, aman ko ehehe. Kalau gitu besok kita lanjut obrolan lagi, sekarang siap-siap harus opraki temen-temen santri yang masih tidur, jangan lupa shalat sepertiga malam, karena itu bagian dari Satya yang harus kau dharmakan, Bim”, kata mas Yazid sambil bergegas pamit menutup diskusi malam ini.

“Siap, mas, matur nuwun”, ucapku sambil bersalam takdzim pada seniorku ini.

Malam semakin tampak senyumnya, bintang-bintang berhambur memunculkan eksistensinya. Sementara di komplek sebelah lantunan Asmaul Husna sudah terdengar dengan syahdu. Lantunan itu menandakan forum diskusi malam ini di teras komplek kami harus segera usai, yang kemudian berganti dengan merealisasikan Tri Satya dan Dasa Dharma pada kehidupan.

Ibnu Ahmad el-Bantani

Santri Pondok Pesantren An Nur Ngrukem Bantul. Pecinta orang-orang yang bermoral. Warung literasinya bangkitmedia.com, dan lainnya. Penulis buku the power of mindset (cara berpikir positif ala qurani) Kontak dengannya bisa melalui

Related Articles

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *

Back to top button
WeCreativez WhatsApp Support
Tim dukungan pelayanan kami siap menjawab pertanyaan Anda. Tanyakan apa saja kepada kami!
Hai, ada yang bisa saya bantu??