Seterang Lentera Annur untuk Desa Kecilku
Di sebuah desa kecil yang berada di Yogyakarta, terdapat pondok pesantren yang
dikelilingi oleh persawahan, Pesantren tersebut bernama Pondok Pesantren An-Nur.
Dari sekian ribu santri yang tinggal, ada seorang santriwati bernama Alya Zahra Amani
didalamnya. Sebelum masuk pesantren, Alya memiliki cita-cita yang sangat tinggi untuk
menghidupkan semangat keagamaan di desanya.
Alya tumbuh dilingkungan masyarakat yang jauh dari kegiatan keagamaan.
Ayahnya adalah seorang petani sementara ibunya bekerja di warung makan milik
tetangganya. Ia memiliki seorang kakak yang mondok di pesantren terdekat dan
menjadikannya panutan, namun masa mondok sang kakak tidak berlangsung lama dan
kembali kedesa. Hal itu membuat Alya bertekat untuk melanjutkan jejak sang kakak
untuk mondok, menurutnya jika bukan dia yang bertekat siapa lagi yang akan
melakukannya?
Setelah lulus dari sekolah dasar, Alya membujuk kedua orang tuanya untuk
melanjutkan studi di pesantrean, melihat kegagalan sang kakak membuatnya terhalang
izin orang tua dan mau tidak mau harus melanjutkan sekolah di sekolah umum. Namun
niatnya untuk mempelajari agama tidak pudar semudah itu, setelah tahun kedua ia
berhasil membujuk kedua orang tuanya. Ia berjanji akan lebih semangat, namun
kesungguhannya belum menghasilkan apa pun sampai ia lulus. Ia yakin jika ia
melanjutkan mondoknya di tanah jawa, ia akan mendapatkan hasil yang memuaskan.
Bertahun-tahun Alya menghabiskan hidupnya di pondok pesantren, namun tetap
saja tantangan terbesarnya adalah ia masih saja sulit dalam belajar membaca dan
menghafal Al-Qur’an. Lidahnya masih saja terasa kaku setelah bertahun tahun
mengucapkannya.
Di samping kesulitan itu, Alya memiliki kebiasaan yang sangat sulit dihilangkan
yaitu menonton drama China. Drama tersebut menjadi pelariannya dari tekanan
pesantren yang membuatnya sedikit frustasi.
Suatu malam, saat sebagian besar santriwati sedang mengaji, Alya diam-diam
menyelinap ke balkon jemuran yang berada dilantai empat. Dia membawa laptopnya
untuk melanjutkan dracin favoritnya yang diperankan oleh Linyi. Ceritanya mengisahkan
kisah seorang remaja yang berjuang hidup dari penyakit ALS didukung oleh keluarga
dan teman-temannya.
Suatu hari Mba Safiyya, salah satu keamanan di asrma Khodijah menemukan
Alya yang tertidur di balkon jemuran dengan laptop yang masih menyala.
“Astagfirullah Alya! Kamu melanggar lagi?”
Alya terkejut dan cepat-cepat menutup layar laptopnya. “Maaf Mba, saya bisa jela..”
Mba Safiyya menghela nafas.
“Saya tunggu kamu di kantor pansus”
Setelah mematikan laptopnya, Alya mengikuti Mba Syafiyyah ke kantor pansus, ia
menceritakan semua kejadiannya kepada Ustadzah Elmas, Suasana terasa tegang, Alya
duduk dihadapan Ustadzah Elmas dan mba Syafiyyah yang duduk dengan tatapan serius.
“Kamu tau, Alya” Ucap ustadzah Elmaz dengan lembut. “kita disini untuk belajar
dan memahami Al-Qur’an. Ini adalah prioritas kita. Bukan malah menghabiskan
waktu dengan hal-hal yang tidak bermanfaat,”.
Alya menunduk, merasa bersalah. “Maaf mba, saya akan berusaha lebih keras lagi”
Setelah kejadian itu, Alya sering merenung dan sadar dengan tujuan awalnya
bahwa ia harus lebih fokus agar mencapai tujuan. Dia berjanji pada diri sendiri untuk
mengurangi kecanduannya dan lebih fokus pada Al-Qur’an.
Bulan telah berganti, tahun pun telah berpamitan kesekian kalinya. Alya berhasil
menunjukkan sedikit kemajuan dalam membaca Al-Qur’an walaupun masih memiliki
kesulitan dalam menghafalkannya. Namun, semangatnya untuk tetap belajar tidak pernah
padam. Disisi lain, kecanduannya nya terhadap Dracin membuahkan hasil yang tak
terduga.
Suatu hari, saat asrama Khodijah sedang ziaroh kemakam para wali, Alya dan
temannya bertemu dengan beberapa turis dari China yang kagum dengan kehebatan Al-
Qur’an. Karena kebiasaannya menonton dracin membuatnya faham dasar dasar bahasa
China sehingga ia bisa berkomunikasi dengan para turis tersebut.
Saat tiba di pesantren, Alya dipanggil oleh Ustadzah Elmas ke kamar pansus.
“Alya, saya dapat melihat perubahan dalam dirimu. Kamu semakin semangat belajar Al-
Qur’an dan ternyata kecanduanmu terhadap deracin tidak sia-sia. Tapi, kamu haru ingat
untuk tetap fokus pada tujuan utamamu menyebrangi pulau”.
Alya mengangguk “Terimakasih Ustadzah, Insyaallah saya akan berusaha fokus
pada Al-Qur’an dan cita-cita saya untuk membawa cahaya di kediaman saya”
Dari situlah, Alya meneguhkan tekadnya. Ia belajar bahwa setiap tantangan adalah
kesempatan untuk tumbuh, dan hobi tidak harus menghalangi tujuan hidupnya. Dengan
semangat dan ketekunan, Alya melangkah menuju impian terbesarnya yaitu
menghidupkan cahaya agama di desa kecilnya.
*TAMAT*
Khodijah Raya Competition 2024
Penulis: Aisha Xin