Toleransi Beragama Tentang Hari Natal
www.annurngrukem.com – Pembahasan tentang hukum mengucapkan selamat hari natal sudah banyak dibahas di mana-mana. Namun, pertanyaan “Apa hukumnya seorang muslim mengucapkan selamat natal kepada umat Nasrani?” tetap saja menjadi tema wajib ketika memasuki bulan Desember.
Karena memang sampai saat ini belum ada ketetapan hukum pasti yang tidak bisa digoyahkan. Pendapat terkait hal tersebut masih menjadi kontroversi. Ada ulama yang memperbolehkan dan ada juga yang mengharamkan. Tentu semua berdasarkan argumennya masing-masing.
Pendapat yang mengatakan bahwasanya mengucapkan selamat hari natal adalah haram, tentu memiliki dalil. Namun memang secara spesifik tidak ada kejelasan hukum tersebut. Bagi golongan yang mengharamkan mengucapkan selamat hari natal, dalil yang biasa digunakan adalah hadis riwayat dari Ibnu Umar:
من تشبه بقوم فهو منهم
“Barang siapa menyerupai suatu kaum maka dia termasuk bagian kaum tersebut”.
Dikhawatirkan dengan mengucapkan selamat natal akan memberi kesan ikut serta dalam perayaan natal, sehingga termasuk dalam golongan mereka.
Istilah menyerupai orang nonmuslim biasa menggunakan kata tasyabbuh lil kufr. Perlu diketahui bahwa kata tasyabbuh mengikuti wazan tafa’ul, yang bermakna muthowa’ah (menurut), takalluf (memaksa), tadarruj (bertahap atau persial) dalam melakukan suatu perbuatan.
Kata yang menggunakan wazan tersebut mempunyai kaidah perbuatannya dilakukan sedikit demi sedikit. Apabila diteruskan akan menjadikannya melakukan total. Sehingga hadis tadi dapat mengandung makna “barang siapa menyerupai suatu kaum maka ia lama kelamaan akan sama dan tunduk dengan kaum tersebut”
Beberapa ulama kontemporer seperti Yusuf Qardlawi, Syekh Ali Jumu’ah, dan beberapa ulama lainnya berpendapat bahwasannya mengucapkan selamat hari natal kepada umat Nasrani diperbolehkan. Alasannya, hal tersebut merupakan sebuah bentuk toleransi beragama. Bahkan menurut Quraish Shihab, dalam Al-Qur’an sudah ada ucapan selamat hari natal. QS Maryam: 33
وَالسَّلٰمُ عَلَىَّ يَوۡمَ وُلِدْتُّ وَيَوۡمَ اَمُوۡتُ وَيَوۡمَ اُبۡعَثُ حَيًّا
“Dan salam kesejahteraan semoga dilimpahkan kepadaku, pada hari kelahiranku, pada hari wafatku, dan pada hari aku dibangkitkan hidup kembali”
Yaitu dengan bentuk perkataan nabi Isa AS “Dan salam kesejahteraan semoga dilimpahkan kepadaku, pada hari kelahiranku ” mungkin ini masih menjadi banyak perdebatan tentang diri Isa AS dan Yesus. Sehingga terlalu keras jika distatuskan “haram”.
Namun dari kalangan mufasir banyak yang condong menjelaskan tentang surat Maryam ayat 33 sebagai kisah nabi Isa saja. Artinya, tidak ditambah penjelasan yang berkaitan dengan natal.
Menurut Imam at-Thobari, ayat tersebut menjelaskan doa nabi Isa utuk keselamatan diri dari setan dan segala bahaya. Sehingga banyak yang menyimpulkan mengucapkan selamat hari natal diperbolehkan, asalkan dengan niat mengucapkan kepada nabi Isa AS.
Sebagaimana yang sudah banyak diketahui, seorang muslim harus menjaga nonmuslim yang tidak memusuhi. Sehingga tentu harus ada toleransi beragama. Mungkin yang perlu diperhatikan adalah bagaimana toleransi agama yang dimaksudkan. Minimalnya seperti tidak melarang mereka untuk merayakan natal.
Menurut beberapa tokoh, sebagai bentuk toleransi, seorang muslim diperbolehkan mengucapkan selamat hari natal. Asalkan jangan sampai memengaruhi akidah sebagai seorang muslim apalagi sampai menyerupai mereka. Tentu kewajiban sebagai sesama rakyat Indonesia untuk saling menghormati dan kewajiban pada kafir dzimmi untuk saling menjaga.
Adapun beberapa poin yang sudah dikatakan bukan lagi toleransi, melainkan sudah melewati batas toleransi, sehingga tidak diperbolehkan. Seperti mengenakan atribut natal, ikut berniaga perlengkapan natal, ikut merayakan, dan ikut ke gereja. Beberapa poin penting tersebut oleh kebanyakan ulama sudah dikatakan menyerupai dan bukan lagi toleransi.
Nabi Muhammad SAW adalah nabi dengan sifat toleransi. Beliau pernah memberikan izin kepada umat Nasrani untuk beribadah di masjid Nabawi. Sebagaimana yang kita ketahui, beliau melakukan banyak hal serupa dengan umat nonmuslim sebagai bentuk bersosial, bentuk interaksi, tidak ada kaitannya dengan akidah. Nabi Muhammad SAW pun pernah ikut-ikutan puasa umat Yahudi. Dan masih banyak contoh lain.
Dengan demikian, kita harus memahami konteks. Toleransi beragama adalah kewajiban. Tetapi harus mengetahui batasannya. Semua kembali pada kemantapan “nderek” siapa. Toh semua mempunyai illat.
MUI saja menyerahkan kebolehan atau tidak dalam mengucapkan selamat hari natal kepada pribadi masing-masing. Tugas terpenting adalah menjaga kesatuan Indonesia dan menjaga ukhuwah. Apalagi di tanah nusantara tercinta ini sangat ragam akan perbedaan.
Penjelasan lain mengenai ucapan natal, bisa disimak di kanal Youtube gusrumchannel berikut ini.