Cerita Mini Santri 3: Abu Nawas
Salat Jenazah Pakai Rukuk dan Sujud
Suatu ketika tetangga Abu Nawas meninggal. Sebagai tetangga yang baik, Abu Nawas datang untuk takziah. Karena waktu itu hanya ada Abu Nawas yang dianggap paling alim, Abu Nawas diminta untuk menjadi imam shalat jenazah.
“Wahai Abu Nawas kami sebagai keluarga memohon kepadamu untuk mau memimpin shalat jenazah ayahanda kami,” kata perwakilan anak dari jenazah.
“Baik,” kata Abu Nawas langsung maju ke depan.
Allahu akbar! Abu Nawas pun memulai memimpin shalat. Namun karena lapar, ia shalat sambil melamunkan makanan. Lamunan itu membuatnya lupa bahwa shalat jenazah tidak ada rukuk dan sujud. Namun Ia malah melakukan shalat jenazah dengan ruku dan sujud. Saat sujud, ia baru sadar, bahwa shalatnya salah. Karena sudah terlanjur, ia melanjutkan shalatnya sebagaimana shalat jenazah semestinya.
Setelah salam, Abu Nawas langsung berdoa dengan sangat lama sekali untuk mencari alasan kenapa ia tadi sujud. Sebagai orang yang dihormati ia tak mungkin bilang bahwa saat shalat tadi ia tadi melamun karena lapar. Setelah bertemu alasan yang cocok, ia pun menyudahi doanya. Jamaahnya pun langsung bertanya pada Abu Nawas.
“Wahai Abu Nawas, apa shalat jenazah model baru ada rukuk dan sujudnya?”
“Oh begini. Tadi saya dapat ilham dari Allah Swt, karena bapaknya sampean ini banyak dosanya, jadi harus ada sujudnya.” Jawab Abu Nawas. Orang-orang hanya mangut-mangut dan paham.
Di hari selanjutnya, ada tetangga lainnya yang meninggal. Dan lagi-lagi Abu Nawas diminta untuk menjadi imam. Tak seperti hari lalu, kali ini Abu Nawas makan dulu sebelum berangkat agar tidak melamunkan makanan saat shalat. Kali ini Abu Nawas shalat dengan benar dan khusyuk, tidak memakai rukuk dan sujud. Setelah selesai, ia pun langsung digeruduk orang-orang.
“Wahai Abu Nawas kenapa kali ini tidak pakai rukuk dan sujud?”
“Oh, yang ini dosanya gak terlalu besar.” Jawab Abu Nawas dengan wajah sok serius. Orang-Orang pun jadi kagum dan menganggap Abu Nawas adalah orang sakti sebab bisa tahu dosa seseorang.
Makanan Milik Jubah
Pada suatu hari, Abu Nawas datang ke sebuah pesta mewah dengan pakaian gembel. Saat hendak masuk ruang gedung pesta, ia dicegah oleh satpam penjaga gedung tersebut dan beberapa orang-orang yang jijik melihatnya.
“Ini undangan untuk orang-orang khusus. Orang-Orang terhormat, parlente, orang-orang mewah. Jadi nggak mungkin kamu dapat undangan!” kata seseorang menyegah Abu Nawas masuk.
Ia pun diusir. Setelah diusir Abu Nawas pun langsung pulang lalu memakai celana yang bagus, jubah yang mewah, dan tak lupa dengan parfum yang wangi. Abu Nawas pun kembali pergi ke tempat pesta yang ia datangi tadi dan diperbolehkan masuk. Ia disambut dengan ramah dipersilahkan duduk dan mencicipi makanan dan minuman yang telah disediakan. Ia pun lalu mengambil minuman anggur lalu menuangkannya ke jubahnya.
“Ini semua milikmu, aku tidak berhak,” kata Abu Nawas berbicara sendiri.
Lalu semua makanan ia kantongi ke dalam saku jubah dan celananya.
“Ayo silakan jubah. Silakan makan ini. Ini hakmu, karena yang disambut kamu bukan aku.” kata Abu Nawas Lagi.
“Orangnya sama tapi karena pakai kamu, terus disambut. Berarti ini bukan hak saya, tapi hakmu!” Tambah Abu Nawas.
Orang-orang yang melihatnya hanya geleng-geleng kepala dan menggap Abu Nawas gila. Dia tersenyum lalu memberi penjelasan.
“Tadi saya datang ke sini diusir! Tapi setelah pakai jubah kok disambut, berarti yang disambut jubah saya. Pakaian saya. Bukan saya!”
Orang-orang pun terdiam dan sadar, bahwa seringkali mereka menilai dan menghormati seseorang dari penampilan luar dan status sosial, bukan kualitas sejati individu.
Menang Kompetisi
Suatu ketika Khalifah Harun Ar Rasyid ingin mengerjai Abu Nawas dengan mengadakan sebuah kompetisi.
“Hei Abu Nawas, aku ingin mengadakan kompetisi denganmu.” kata Khalifah Harun Ar Rasyid.
“Kompetisi bagaimana itu baginda?” tanya Khalifah Harun Ar Rasyid.
“Jadi begini, aku ingin berkompetisi denganmu, barangsiapa yang bisa mengumpulkan orang terbanyak pada pukul 12 malam dialah pemenangnya. Bila kau menang, aku akan memberimu sebagian hartaku, namun jika kau kalah kau harus rela aku penjarakan, Hahahaha,” kata Khalifah Harun Ar Rasyid sambil tertawa licik.
“Kalau itu memang keinginan baginda, baiklah saya bersedia.” Kata Abu Nawas tak bisa menolak.
Malam pun tiba. Baginda Harun Arrasyid membuat pengumuman pesta rakyat di istananya. Orang-orang berbondong-bondong datang untuk ikut berpesta. Di sana semua orang diberikan hidangan yang enak dan mewah. Semakin malam, semakin banyak orang yang datang. Baginda raja bahagia karena merasa akan menang mengerjai Abu Nawas.
Di rumahnya, Abu Nawas hanya duduk tenang. Seperti tidak terjadi apa-apa. Ia belum melakukan apa pun untuk mengumpulkan orang di rumahnya. Sampai pada waktu 15 menit menjelang tengah malam, ia keluar rumah dan membakar rumahnya. Tak butuh waktu lama, api semakin membesar, kepulan asap membuat orang-orang yang di istana berlari menuju rumah Abu Nawas yang terbakar.
“Kebakaraaaan!!! Kebakaran!!!!” Teriakan orang yang melihat rumah Abu Nawas kebakaran mengundang semakin banyak orang, termasuk orang-orang yang ada di istana. Saat mengetahui kabar itu, Baginda Harun Ar Rasyid langsung berlari mendatangi rumah Abu Nawas.
Jarum jam menunjukkan pukul 12 malam. Abu Nawas hanya tertawa melihat orang-orang yang berkerumun panik melihat rumah Abu Nawas yang kebakaran. Ia sudah menghitung untung-ruginya. Meski rumahnya terbakar namun ia akan mendapatkan hadiah yang nilainya jauh lebih besar dari pada rumahnya. Khalifah Harun Ar Rasyid pun sadar ternyata ini hanya akal-akalan Abu Nawas.
“Sialan kau Abu Nawas!”Khalifah Harun Ar-Rasyid hanya bisa tepuk jidat karena ia ternyata kalah cerdik dengan Abu Nawas.
*Diambil dari cerita Gus Baha dalam ceramahnya.