Indonesia 2030: Antara Bonus Demografi atau Petaka Demografi?
Isu terkait bonus demografi yang akan dialami Indonesia rasanya bukan lagi isapan jempol belaka. Data-data terkini kian menunjukkan lebih banyaknya jumlah orang berusia produktif dibanding yang kurang atau tidak produktif.
Fenomena tersebut didasari oleh meningkatnya angka pernikahan sekaligus kelahiran. Maka prediksi bahwa bonus demografi di atas tahun 2025 kiranya mendekati kenyataan. Pemerintah dan masyarakat mesti bersiap untuk menyambutnya.
Adapun menurut Badan Pusat Statistik (BPS) kategori penduduk produktif yaitu pada rentang umur 16-64 tahun. Puncak bonus demografi diproyeksikan terjadi antara tahun 2025-2030 dengan angka minimal 70% penduduk usia produktif dari seluruh jumlah penduduk Indonesia.
Berbagai langkah kongkrit perlu segera diatur agar nantinya bonus demografi ini tidak berbalik menjadi petaka demografi. Artinya, meledaknya jumlah usia produktif diarahkan untuk kemajuan bangsa Indonesia. Bukan justru membebani negara dengan banyaknya orang-orang produktif yang menganggur.
Pemerintah terkesan optimis terhadap peluang yang bisa ditangkap dari adanya bonus demografi. Tidak tanggung-tanggung, pemerintah menargetkan Indonesia berada di posisi keempat sebagai negara maju di dunia. Kuncinya ialah pada tingkat kemajuan ekonominya.
Lalu, bagaimana peran masyarakat dalam menyikapi kondisi ini?. Utamanya para santri dan alumni pondok pesantren yang jumlahnya terus meningkat.
Santri dan alumni pondok pesantren merupakan bagian penting dari bangsa Indonesia. Keberadaannya diharapkan mampu berperan aktif demi menjaga kedaulatan bangsa. Terlebih, bekal pendidikan di pesantren terbukti berhasil membangun karakter dan spirit cinta Tanah Air.
Apabila ditelusuri dari sisi sejarahnya, pesantren telah sejak lama memegang teguh prinsip kemandirian. Salah satunya, kemandirian di bidang ekonomi. Pertanian dan perdagangan adalah dua model strategi pemenuhan ekonomi berkelanjutan yang umumnya dilakukan santri.
Pembangunan ekonomi melalui pertanian jamak dicontohkan oleh para pengasuh pesantren. Beliau-beliau turun langsung ke lahan untuk mengurus proses produksi. Mulai dari mempersiapkan bibit, menanam, perawatan hingga saat panen.
Pertanian yang dijalankan pun ditangani secara organik, tanpa menggunakan pupuk maupun obat kimia berbahaya. Selain aman dan menyehatkan bila dikonsumsi, juga sebagai bentuk pengamalan melestarikan lingkungan. Pertanian organik memiliki dampak positif bagi alam. Ekosistem dapat terjaga dengan baik, biota tanah tetap hidup dan berkembang biak.
Orang yang mengelola lahan tanam disebut petani. Namun melihat perkembangannya, profesi petani bisa bervariasi. Bukan hanya sebutan untuk yang menanam padi atau palawija saja. Ada petani yang mengurus kebun (tanaman buah, tanaman keras atau tanaman hias).
Meskipun istilah petani lebih populer dikenal untuk orang-orang yang mengurus tanaman. Namun petani bersinggungan pula dengan peternakan dan perikanan. Pola hubungan demikian dinamakan pertanian yang terintegrasi. Kondisi yang saling berkaitan antara pertanian, peternakan dan perikanan menyebabkan ketiganya memungkinkan dilakukan bersamaan.
Sedangkan penguasaan ekonomi yang ditempuh melalui jalur perdagangan semakin tumbuh pesat. Kalangan pesantren mempunyai kepekaan tinggi atas kebutuhan masyarakat serta didukung jaringan bisnis yang luas. Dua modal ini berpengaruh besar dalam merespon arah kebijakan pemerintah di sektor ekonomi.
Rasulullah Shalallahu ’alaihi wa salam juga seorang pedagang. Sejak muda Beliau sudah aktif berdagang. Beliau memberi teladan bagaimana cara berdagang yang baik. Di antaranya; jujur mengenai kualitas (kondisi) barang dagangannya dan mengambil keuntungan sewajarnya.
Para santri bisa lebih lanjut mempelajari cara-cara berdagang ala Rasulullah lewat berbagai kitab atau buku yang ada. Insyaallah akan memperoleh kesuksesan dan mendapat ridho Allah Subhanahu wa ta’ala.
Ketika tiba waktunya nanti, petani dan pedagang dihadapkan pada tantangan yang berat. Keadaan demikian seiring dengan sedikitnya pertambahan jumlah peminat di sektor tersebut. Kebanyakan para pemuda lebih banyak bekerja di sektor industri yang memproduksi barang secara massal.
Mencermati peluang yang ada di sektor industri, tentu tidak sedikit pemuda yang mesti kecewa karena gagal terlibat didalamnya. Ketersediaan lowongan kerja yang terbatas dan proses seleksi yang ketat menjadikan tidak semua pelamar diterima. Sayangnya, impian bisa bekerja di lingkungan industri dipandang yang utama, bahkan ada yang menyebut sebagai pilihan satu-satunya.
Pelamar kerja yang tidak lulus seleksi dan ditambah banyaknya pemuda yang belum tergerak untuk bekerja perlu diantisipasi. Jikalau hal ini nyata mendatangi, maka petaka demografi yang bakal terjadi. Jumlah penduduk usia produktif justru merupakan beban negara.
Mungkin profesi petani dan pedagang dianggap oleh sebagian besar pemuda tidak tampak bergengsi. Namun siapa sangka kalau pemuda yang bertani dan berdagang bisa lebih bernapas panjang dikala petaka demografi benar-benar terjadi.
Siapapun pasti tidak ingin terjadinya petaka demografi. Semua berharap bonus demografi yang akan terjadi dan bisa dirasakan kebaikannya. Istilah bonus berkonotasi positif. Maka bonus demografi diharap memberi angin segar yang bisa membahagiakan seluruh warga negara Republik Indonesia.
Penulis: MUHAMMAD TAUFIK
.
.
IKUTI OFFICIAL RESMI KAMI:
Facebook – pondok pesantren tahfidz an-nur
Instagram – @annurngrukem
Twitter – @annurngrukem
YouTube – annurngrukem