Pojok Santri #7 (Rindu Kakek)
Masih bising suara canda tawa teman-teman
“Embah, kabarnya gmna?“
Alhamdulillah sehat sehat semua ini nduk. Tapi Mbah Putri lagi kurang sehat. Cuma bisa di rumah. Belum bisa ikut jama’ah sholat di masjid.
Owh ya Allah. Semoga cepet sembuh lah
Amin
Ngajinya bagaimana di pondok, lancar?
Insyaallah, doakan terus mbah. Pokoknya embah harus panen para cucu yang lagi mondok. Panen dunia akhirat yang baik. Harus, insyaallah…
Amin ya Allah. Ya iyalah, masa mondok hasilnya Cuma buat sendiri. Ya semoga semua cucu kakek yang masih mondok benar benar-benar diberi hasil maqsud biar embah bisa panen.
Amin amin amin
Aku terdiam dan tak bisa menahan derasnya air mata. Itu hanyalah kenangan satu Minggu yang lalu. Kakek bilang embah Putri lagi sakit. Tapi sekarang kakeklah yang sedang dirawat di rumah sakit. Tidak biasanya kakek sakit sampai harus dengan bantuan pernafasan. Kabar bahwa kakek masuk rumah sakit terbaca dalam chat dari ibuku. Ya Allah, sembuhkan lah kakek kami
Ya, kami. Kami berlima adalah cucu kandung dari kakek Ali yang sedang sama-sama mencari ilmu. Empat cucu perempuan dan satu cucu laki-laki. Kami adalah kerabat yang sangat akur dan dekat. Jika liburan pondok bahkan memang dari kami masih kecil, bermain bersama, nangis bersama, dan saling bertengkar adalah kebiasaan kami. Kami tak bisa dipisahkan. Sekalinya pulang selalu bersama. Mungkin yang biasanya pulang akhir ya aku dan sepupu sepantaranku. Karena terkadang memang ada tugas terlebih dahulu di pondok.
Dua hari berlalu. Tidak seperti biasanya, aku terlelap lebih awal. Dan bukan kebiasaanku mencari handphone ketika baru bangun tidur. Whuaaaah. Ku kira sudah hampir subuh. Ternyata masih jam setengah dua dini hari. Entah kenapa hasrat ingin sekali membuka hp.
“Assalamualaikum nduk, maaf ini kakak. Ada kabar duka dari keluarga kita, kakek sudah dipanggil oleh Allah swt. Insyaallah Khusnul khatimah. Tadi sebelum meninggal, beliau ikut membaca ayat kursi dan Yasin. Kabar ini jangan menjadikan nduk dan adek2 yang lain putus semangat. Seharusnya malah lebih semangat. Agar bisa lebih cepat sukses. Oh iya,Ndak usah pulang. Mbok nanti jadinya susah kalo mau berangkat ke pondok. Ya sudah, wassalamu’alaikum”
Itu voice note dari nomor ibuku. Aku hanya merintih sendiri. Teman-temanku semua terlelap.
Ya Allah, innalilahi wa inna ilahi roj’un. Allahumma ghfir lahu wa arhamhu wa ‘afihi wa a’fu ‘anhu.”
Adik-adik semua beda asrama. Ya Allah, ya Allah, ya Allah.
Air mata tidak bisa terbendung. Malam duka yang sangat duka.
Setelah subuh, aku langsung telpon ke nomor asrama adik-adikku. Tapi karena masih waktu mengaji, jadi aku belum bisa mengabari adik. Tak lama kemudian, mata yang sudah kering ini seketika basah lagi. Adik sepantaranku telpon dengan nomer asrama.
“Adek, sudah, Ndak papa. Ini ujian. Nanti aku ke asramamu ya. Kita video call bareng2 dengan rumah”
Hanya tangisan yang sangat mendalam yang ku dengarkan dari telponnya.
Yaaaah, tambah deras lagi nih air mata
“Assalamualaikum, kang ngapuntn bisa tolong panggilkan adik saya tidak ya. Ada berita duka.
“Waalaikumsalam. Mau ijin pulang po?
Enggak, suruh ke ruang tamu putri saja. Kami mau video call rumah
Oh ya ya. Tunggu aja, ini langsung aku panggilan
Gerbang asrama yang masih ditutup, aku buka sendiri. Bukan oleh petugasnya. Sepupu sepantaranku sudah menunggu dengan mata masih menangis. Kami berpelukan. Benar-benar duka yang mendalam. Tak lama kemudian adik-adik yang lain datang. Termasuk yang laki-laki. Mereka masih ceria, bercanda dan tertawa. Sedang sepupu sepantaranku aku suruh menahan air matanya.
Adik-adik terlihat sedang bahagia sekali. Setelah kami duduk tertata, salah satu adikku bertanya
Ada apa mba, kok tumben harus kumpul semua?
Hehehehe Ndak papa
Kakek ya?
Iya
Kakek masih sakit?
Hehehehe
Lha…..
Oke, bismillah, adik adik semua… Ada kabar bahwasanya kakek sedo (meninggal dunia dalam bahasa Jawa)
Seketika kami menangis dan menangis paling dalam. Apalagi adik-adik. Mereka masih belum percaya. Aku langsung video call dengan nomor ibuku.
Ketika terjawab, kami semakin tidak bisa menahan tangis. Orang tua kami sedang menangis. Saudara-saudara kami semua menangis. Dan ternyata memang semua cucu kecuali kami berlima, mereka pulang. Para tamu dan saudara yang melihat kami berlima menangis dalam video call, ikut menangis.
“Ya Allah kasiannya kalian nak, nggak papa ya, besok pulang kakek udah gak ada. Besok pulang harus langsung ziarah, ya..!”
Kami masih kompak dengan tangisan yang sangat pilu. Tiba-tiba, kakakku membawa hp ke arah jenazah kakek kami. Dan dibukalah kain kafan itu tepat dibagian wajah. Ya, itu terakhir kali kami melihat kakek sebelum kemudian dikebumikan.
Ya sudahlah, semua adalah ujian. Ujian dipisahkan dengan orang dekat. Bagaimana lagi. Kematian tidak ada yang tau.
Masih dengan tetesan air mata, salah satu dari kami menyemangati.
“Ayok dengan kejadian ini harus kita jadikan semangat. Semangat mengaji, belajar, dan mengabdi. Biar orang tua kita bisa melihat dan menjumpai kita sukses. Ingat, harus tambah semangat. Selak keburu Allah panggil orang-orang terdekat kita lagi. Semoga orang tua kita bisa menjumpai kita sukses”
Hidup hanya sekali. Kakek yang penuh canda tawa kini sudah tiada. Dulu beliau yang selalu menghibur kami. Tapi sudah waktunya sekarang kami yang harus menghibur kakek dengan doa-doa untuk kakek di alam sana. Semoga orang-orang terdekat kita bisa menjumpai kita sukses. Amin.