Pojok Santri

Pojok Santri#6 (Pelayan Surga)

Qola Jibril ‘alaihi Al Salam: Yaa Muhammad, ‘Isy Maa Syi’ta Fainnaka Mayyitun, Wa Ahbib Man Syi’ta Fainnaka Mufariqun, Wa’mal Maa Syi’ta Fainnaka Majziyyun bihi” – Jibril berkata: Wahai Muhammad, hiduplah sesukamu, sesungguhnya engkau itu akan jadi mayyit, cintailah siapa saja sesukamu, sesungguhnya engkau akan berpisah dengannya, berbuatlah sesukamu, sesungguhnya perbuatan itu akan dibalas setimpal.

Tentang perpisahan juga kematian. Bahwa apapun pasti ada masanya, entah yang muda dulu, yang tua dulu atau yang balita. Ia tak memandang usia. Ada yang berkata, semakin duluan semakin ia didambakan.

Sedih, pasti sedih. Siapa yang tak merasa sedih, jika ditinggal duluan apalagi dengan orang yang disayang.

Tentang perpisahan dan kematian, memang bukan kali pertama aku rasakan, mungkin ini yang kesekian. Masih kuingat, saat pertama kali kehilangan anak kamar, yang kebiasaan dengannya candaan. Tiba-tiba menghilang dengan sekejap. Yang kedua, kehilangan teman idola, juga diidolakan banyak orang karena keistikamahannya dalam menghafal Al-Qur’an.

Aku masih ingat jelas, ketika kita masih sering dan bersama-sama setoran ke ustaz di jam-jam malam. Juga, tentang perkataanya di majelis semaan tentang rangkaian cita-cita yang dibungkus rapi dicatatan Al-Aghaf Hadramaut, Yaman. Namun nyatanya, kehendak-Nya lebih indah untuk menempatkannya disisi-NYA.

Dan ini yang ketiga, tentang perpisahan dan kematian, ketika ditinggal lebih dulu oleh seorang anak, anak komplek, anak asrama yang setiap hari hidup berjuang bersama. Aku masih ingat dan ternyata itu momen terkhir untuk kita saling bertemu dan menyapanya.

Di gardu cakruk tempat jaga gerbang, biasanya aku sambi ngetik-ngetik tulisan ujian skripsweet yang harus aku selesaikan karena menurutku ini adalah tanggung jawab dalam pendidikan juga pada diri sendiri.

READ  Pojok Santri #7 (Rindu Kakek)

Di saat aku serius, sudah menjadi kebiasaan juga keseriusan itu pecah, ketika Aulia’ datang karena langsung ngajak ngobrol ngalor ngidul, trus kalau dicuekin dianya marah, memang perwatakannya agak galak, mau gak mau aku harus tanggapi.

“Ehh, temenmu mana? Kok sendiri?” tanyaku.

“La itu sama mbak Sausan.”

“Ehh, susana sini!”

“Sausan, Pak” jawabnya agak sebel.

“Iya, Sausan (bercanda kok)”. Saat mereka sudah menghampiri, keseriusanku untuk menulis pun hilang (ancen anak-anak, kih) batinku. Langsung kututup laptop dan menanggapi setiap perkataannya. Karena, kadang ngobrol dengan anak kecil itu ada aura tersendiri karena kepolosannya. Dari anak-anak juga aku belajar banyak hal mulai dari keseriusan, candaan, bahagia juga kesedihan saat mereka membahas tentang rindu dengan orang tuanya atau suasana di rumah.

“Aulia’ hafalannya sudah sampai mana?” tanyaku mengalihkan cerewetnya yang gak karuan. “Pasti, masih sedikit kan?”

“Enggak, yo, Pak, sudah banyak kok.”

“Tenane? Alah paling yo mek pole nembe juz 30” ledekku.

“Ehh, dibilangin gak percaya” sautnya agak jengkel.

“Yawes, preetcaya. Yang paling banyak siapa Ul hafalane?”

“Itu Sausan, sudah selesai juz 30-nya.”

“Wehh, iya toh? Susana hebat”

“Sausan, Pak.” jawabnya dengan rada jengkel.

Candaan, celoteh dan juga obrolan ini yang masih aku ingat, dengan mereka tentunya dengan dik Sausan (Almh), sebelum akhirnya dia lebih duluan menghadap kepada-Nya.

Dimalam itu, pas kubuka WA, ada pesan masuk dari group, bahwa Sausan meninggal. Aku masih belum yakin, pikirku Sausan anak laju. Kubuka, folder dalam HP data list anak-anak asrama yang masuk gelombang 3, tertulis “Khansa Sausan Mahira”.

Innalillahi wainnailahi raaji’un, Ya Allah begitu cepat enggkau memanggilnya” desahku dalam hati.

READ  Pojok Santri#10 (Menggapai Takwa)

Kepergiannya meninggalkan banyak kisah, entah orang tuanya, kerabatnya, guru-gurunya, dan teman-temannya. Kepada semua, hal yang kita lakukan hari ini dan selanjutnya yaitu: menata kesabaran, keikhlasan dan ketabahan. Juga, mengambil hikmah-hikmah dari perjalanan kehidupan dik Sausan.

Karena bagaimanapun semua hal pasti ada masanya, seperti Firman Allah:

وَلِكُلِّ اُمَّةٍ اَجَلٌۚ فَاِذَا جَاۤءَ اَجَلُهُمْ لَا يَسْتَأْخِرُوْنَ سَاعَةً وَّلَا يَسْتَقْدِمُوْنَ

Dan setiap umat mempunyai ajal (batas waktu). Apabila ajalnya tiba, mereka tidak dapat meminta penundaan atau percepatan sesaat pun. [Surat Al-A’raf: 34]

Kepada Aulia’ dan teman-teman lainnya, yang tegar dan tetap semangat melanjutkan cita-cita mulia kalian.

“Buk, ngapunten nggeh. Adek sampun dados hafidhah lho, adek sing ajeng jemput ibu, ibu mboten usah jemput nggeh”.

Jalan berlalu sangat cepat. Malam Senin dikabari pondok, adek dua hari sakit perut, sudah dipriksakan dan belum reda, mas Bayu dan mbak Hindun meluncur malam itu juga dan singkatnya dinyatakan usus buntu dari satu ke satu rumah sakit yang akhirnya dirujuk Sarjito.

Dalam perjalanan ambulan malam tadi masih sempat sama-sama baca asmaul husna sama ibu. Belum sampai Sarjito harus putar balik karena nyatanya Allah lebih mencintainya. Akhirmu sungguh menyisakan banyak kisah perjuangan. Sungguh iri rasanya.

“Selamat bertemu dengan Rabb pemilik sejatimu, Sayang” Pesan diambil dari status WA salah satu keluarganya

(Khansa Sausan Mahira, 8 tahun. Sejak lulus TK sudah punya cita-cita mondok, pokoknya pingin jadi hafidzah. Foto waktu selesai disimak 1 juz di PP. An Nur Ngrukem.)

kangbachti

Santri Pondok Pesantren An Nur Ngrukem Bantul. Bagian Pelayan anak-anak di Asrama MI Al Ma’had An Nur. Penikmat kata, foto, dan video.

Related Articles

One Comment

  1. ???????

    Subhanallah ❤️❤️
    Allah SWT lebih mencintaimu ananda ❤️❤️❤️

Tinggalkan Balasan ke Rini Dwi Hastuti Batalkan balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *

Back to top button
WeCreativez WhatsApp Support
Tim dukungan pelayanan kami siap menjawab pertanyaan Anda. Tanyakan apa saja kepada kami!
Hai, ada yang bisa saya bantu??