Lomba

Lomba Cerpen 1: BULAN SUCI DI MASA PANDEMI

Bagian I

Namaku Ahmad Ravindra atau yang kerab dipanggil Indra. Aku adalah salah satu kepala keluarga di kabupaten Bantul yang bekerja sebagai guru agama di MA Al-Ma’had An-Nur Ngrukem, Pendowoharjo, Sewon, Bantul. Aku memiliki seorang istri yang setia mendampingiku dalam keadaan suka maupun duka, dia bernama Azza Sholichah.

Dan alhamdulillah, Tuhan mengaruniai keluarga kecilku dengan kehadiran si buah hati yang bernama Ahmad Romadlon. Sesuai namanya, harapanku dengan memberi nama Ahmad dia dapat meneladani Baginda Nabi Muhammad Saw. Dan Romadlon, merupakan simbol kelahirannya yang lahir di bulan suci Ramadhan. Dan dari sinilah ceritaku dimulai.

***

Waktu itu, istriku sedang hamil tua, sekitar 7 bulanan. Saat itu tepat pada tanggal 2 di bulan Romadlon. Istriku sangat kesakitan karena menahan kandungan yang ada di perutnya. Nampak mengalir darah dari kedua kakinya yang membuatku terkejut, kebingungan, gelisah, dan lain sebagainya.

Tanpa berpikir panjang, aku pun langsung menggendongnya masuk ke dalam mobil dan bergegas mengantarkannya menuju ke RS Panembahan Senopati, Bantul. Karena di rumah sakit itulah tempat pengobatan terdekat dari rumahku. Sesampainya di sana, aku langsung memanggil dokter dan istriku dibawa ke ruang IGD (Instalasi Gawat Darurat). Aku tidak diperbolehkan masuk oleh salah satu perawat yang merawat istriku karena ditakutkan mengganggu jalannya pengobatan.

Aku hanya bisa menunggu dan berdoa kepada Tuhan, semoga istriku dan kandungannya tidak ada apa-apa. Menit demi menit hingga berubah menjadi jam, dokter pun belum keluar dari ruangannya. Akhirnya dengan sabar menunggu dan ikhtiar berdoa, selang beberapa menit dokter pun keluar dari ruangannya dan memanggilku untuk masuk keruangan IGD. Aku pun terkejut haru bahagia melihat pemandangan itu.

“Pak Indra, sekarang anda resmi menjadi seorang ayah”. kata dokter dengan tersenyum kepadaku.

“Alhamdulillah, Dok. Sekarang saya harus menjaga amanah dari Tuhan”. jawabku dengan air mata bahagia.

READ  Azka El Fauzi: Santri An Nur Juara 1 MQK DIY yang Maju Ke Tingkat Nasional

“Saya boleh menggendong putra saya, Dok?”. tanyaku kepada dokter.

“Oh, iya, Pak. Silakan!”. jawab dokter kepadaku.  

Aku pun langsung menggendong putraku dan mengadzaninya sesuai syariat yang diajarkan Baginda Nabi Muhammad Saw.

Sejak saat itu, aku dan istriku berusaha mendidik karunia Tuhan yang harus kami jaga dengan sekuat tenaga dan kami belai kasih dengan sepenuh hati. Tak terasa, hari pun berganti hari hingga berubah menjadi bulan dan bulan berubah menjadi tahun. Karunia Tuhan yang kuberi nama Ahmad Romadlon, kini telah berusia 12 tahun. Melihat dan memperhatikan tingkahnya merupakan kenikmatan tersendiri bagi keluargaku, yang membuat susana didalam rumah sangat berarti dengan senyuman disertai canda tawa yang mengiringinya.

“Jangan mencari-cari amanah tapi kalau diberi amanah Maka Jagalah”

KH. MUSLIM NAWAWI

Bagian II

Angin hilir menghempas ujung kaki terasa semilir. Menikmati suasana di masa pandemi dengan secangkir kopi buatan istriku yang menemani waktu pagi dan memandang keindahan mentari. Duduk di depan rumah menikmati masa-masa yang Tuhan berikan dengan di dampingi seorang wanita yang sangat kucintai, dan duduk di sampingku yang membuatku terasa lebih nyaman.

Berbincang-bincang sesekali terlihat gigi putih dan senyuman manisnya yang mengubah suasana menjadi kehangatan. Namun tak lama kemudian terdengar suara memanggilku.

“Abi! Abi! Abi!” Terdengar sangat familiar di telingaku yang sering mendengar panggilan itu.

“Abi! Ahmad kan bentar lagi mau lulus. Ahmad ingin MTs nya di pondok. Ahmad ikut saran abi sama umi mau dipondokin di mana, deh. Yang penting Ahmad mondok. Bolehkan, Bi?” Pinta Ahmad yang membuatku dan istriku terkejut.

“Ya, tentu boleh lah. Masak putra abi sama umi mau melangkah ke jalan yang baik abi tolak. Pastinya abi sama umi dukung, lah. Iya kan, Mi?”. jawabku kepada Ahmad dan menanyakan pendapat istriku.

“Iya lah. Kalau Ahmad mondok, tujuan Ahmad mondok apa?”. tanya istriku kepada Ahmad.

READ  Lomba Cerpen 6: SI DARYO

“Ahmad pingin menghafal Al-Qur’an, Mi. Kaya di tv-tv itu, loh”. jawab Ahmad sambil senyum-senyum.

“Emangnya hafal Al-Qur’an mau buat apa?”. tanyaku kepada Ahmad.

“Ahmad mau ngasih mahkota buat abi sama umi di surga”. jawab Ahmad yang membuatku dan istriku terkejut sekaligus bahagia.

Seiring waktu berjalan hingga tak terasa waktu menunjukkan pukul 09.00 WIB, yang di mana sudah menjadi kebiasaan keluargaku untuk salat Duha berjamaah di rumah. Lantas aku pun beranjak ke kamar mandi untuk mengambil air wudlu dan diikuti Ahmad yang terlihat lucu ketika berwudlu. Sedangkan istriku membersihkan gelas bekas kopi yang aku seduh tadi di depan rumah.

Dan kami pun bergegas salat Duha berjamaah di ruangan yang berukuran 3×3 meter persegi. Meskipun baru masa pandemi ini, aku bisa salat Duha berjamaah di rumah. Biasanya aku salat Duha di sekolah ketika ada waktu istirahat, selepas mengajar murid-murid daripada untuk kegiatan yang lain lebih baik kugunakan salat Duha di musala sekolah meskipun sendirian.

Sering kali aku baru pulang mengajar dari sekolah pada sore hari. Malamnya aku baru bisa istirahat dan berkumpul dengan keluargaku di rumah. Belum lagi kalau baru nilai tugas-tugas dari muridku, bisa-bisa lembur semalaman karena kerjaan yang menumpuk. Dan di pagi harinya aku kembali berangkat mengajar ke sekolah dengan ditemani motor vespa klasik kesayanganku.

 Seperti itulah keseharianku sebelum adanya masa pandemi. Dan kini, aku sangat bersyukur atas skenario Tuhan yang membuatku memiliki lebih banyak waktu bersama keluarga di masa pandemi ini.         

       “Jangan sia-sia kan waktu yang telah Tuhan berikan, Maka nikmatilah masa-masa yang telah engkau lewati bersama orang yang engkau cintai”

Bagian III

Ahmad Romadlon adalah namaku. Teman-temanku kerab memanggilku Romadlon, hanya orang tuaku saja yang memanggilku Ahmad. Aku berusia 12 tahun saat ini dan besok adalah hari ulang tahunku yang ke-13. Aku lahir pada tanggal 28 april 2008 M atau bertepatan pada tanggal 2 Ramadhan 1439 H.

READ  Lomba Esai 2: TIDUR SAAT BULAN RAMADHAN TIDAK BERPAHALA!!!

Aku terlahir dengan prematur, waktu itu ibuku mengandungku selama 7 bulan dan aku pun terlahir dengan izin Tuhan. Dan kini, kumenempuh pendidikan di Pondok Pesantren An-Nur Ngrukem, Bantul.

Sebenarnya Abi ku yang memondokkanku di sini. Tapi juga gakpapa sih, yang penting aku bisa mondok dan menghafal Al-Qur’an. Keinginanku buat mondok bukan karena apa-apa. Hanya saja aku ingin memberi mahkota kepada orang tua ku di surga. Ya gitulah sekilas tentang diriku, yang tidak terlalu rumit untuk dipikirkan dan tidak terlalu mudah untuk di lakukan.

Hari ini, tanggal 14 april 2021 M atau 2 romadlon 1442 H, yang bertepatan dengan hari ulang tahunku yang ke-13. Tahun ini aku merayakan hari ulang tahun ku bersama kawan-kawan santri di pondok pesantren. Namun, Ramadan tahun ini tak seperti tahun lalu. Dikarenakan tahun ini di adakan agenda baru yaitu pandemi covid-19. Yang dimana tahun ini dianjurkan untuk stay at home dengan menggunakan protokol kesehatan jika berpergian. Namun Ramadhan tahun ini diriku bukan stay at home melainkan stay at ma’had.

Dengan keseharianku mengaji Al-Qur’an, mengkaji kitab bersama pak kiai, ngabuburit bareng kawan-kawan santri dan dilanjutkan tarawihan setelah salat Isya berjamaah di musala pondok pesantren.

Baru pertama kali ini, aku Ramadhan di pondok pesantren. Karena Ramadhan tahun lalu aku selalu bersama keluargaku di rumah. Biasanya aku ngabuburit bareng abi sama umiku di rumah, dengerin ceramah sebelum buka puasa bersama, tarawihan berjamaah dan dilanjut tadarusan bersama teman-temanku di masjid.Tapi bukannya tadarusan di masjid, aku malah bermain bersama teman-temanku di lapangan samping masjid.

Kiaiku pernah mengatakan sebuah wejangan ketika pertama kali aku masuk di pondok pesantren pada saat dikumpulkannya santri baru di aula lantai III.

                              “Santri itu tahan banting ketika mendapat kesulitan cukup dirasakan dan ketika mendapat kemudahan  selalu bersyukur kepada Tuhan”

Karena wejangan itulah yang selalu membuatku semangat untuk menghafal Al-Qur’an. Dengan selalu menata niat setiap hari, aku harus bisa mencapai keinginanku agar orang tua ku bahagia kelak bersama ku di surga. Karena setiap tujuan tidak akan tercapai jika tidak didorong dengan adanya doa dan usaha. Pesan ku kepada kalian para pembaca adalah

                   “Tidurlah jika ingin bermimpi, Tapi Bangunlah jika ingin mewujudkannya”

________________________

Penulis: Ahmad Nur Hidayat

Komplek: Al- Mabruk

annurngrukem

Admin website. Pengurus Pondok Pesantren An Nur. Departemen Multimedia Bidang Informasi dan Teknologi.

Related Articles

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *

Back to top button
WeCreativez WhatsApp Support
Tim dukungan pelayanan kami siap menjawab pertanyaan Anda. Tanyakan apa saja kepada kami!
Hai, ada yang bisa saya bantu??