Lomba

Lomba Cerpen 4: RELA

sudah sejak nala menamatkan sekolah dasar, dia memilih pesantren untuk tempatnya menimba ilmu, pun hingga sekarang, hingga umurnya sudah genap 22 tahun. dan jika dihitung lamanya, sudah hampir separuh umurnya dia tinggal di pesantren.

“assalamualaikum umi?” tanya nala dari balik telepon gengam milik pesantren

“waalaikumsalam nala, pripun nduk? sehat?”

“alhamdulillah umi, umi wonten nopo kok telfon nala? kangen nggeh?”

“lha awakmmu ki dikangeni kok nggak ngroso”

“heheh, punten umi”

“romadhon iki balik nenggomah tanggal piro nduk?”

“waduh umi, kirangan. nala tasih ngoyak target tes peringkat umi, pangestunipun”

“iyo nduk, umi selalu berdoa nggo awakmu, yowes  nek ngono. ojo mepet-mepet bodo” pinta umi nala diujung sana.

“enggeh, mboten insyaallah”

telpon pun ditutup, ada rasa haru ketika nala tau, uminya menginginkannya pulang. tapi dia juga sadar, dia masih punya tujuan mengapa tak ikut pulang seperti teman-temannya yang lain yang mungkin sekarang sudah sampai rumah.

“pripun mik, nala wangsung kapan? tanya kakak nala, setelah mendengar pembicaraan uminya dengan nala barusan.

“iseh narget tes peringkat sikek anake”

“umi ki pripun to, kan kulo mpun katah sanjang, nala niku mpun wayahe teng nggriyo, ngrencani umi, tapi kok malah iseh betah mondok” kesal kakak nala.

“uwes nggak popo, dalanmu, dalane adimu ki bedo” bela umi nala.

………………………………………………………………………………………………………………………………

Malamnya setelah sholat tarawih, nala melipat mukena dan menggantinya dengan kerudung pashmina warna dongker, nala memilih untuk murojaah hafalannya disudut mushola, dari pada nimbrung dan akhirnya dilanjutkan dengan acara mengghibah dengan teman-temannya, nala lebih memilih membuka Al qurannya hingga larut malam.

“sampean dereng bobok mbak” tanya mbak-mbak yang sudah menggelar kasurnya untuk tidur di mudhola

“hehe, dereng mbak, riyen mawon” sahut nala

beberapa mbak mbak yang sudah berjejeran tidur dimushola sudah terlelap dengan mimpinya masing-masing. dan nala? dia masih dengan Al qurannya hingga tertidur disudut mushola

………………………………………………………………………………………………………………………………

esoknya, nala tergesa- gesa menyiapkan mental untuk tes peringkatnya, segala doa dan sholawat tak henti ia lantunkan, hingga tak sengaja ia bertabrakan dengan mbak-mbak ditangga.

“aduhh, punten mbakkk” pinta maaf nala

“yallahh mbak, sampean ki ati-ati. kesusu- susu ki arep ngopo to sampean?”

“nganu mbak, madosi mbak ika. sampean retos?” nafas nala tak beraturan karna tegesa-gesa

READ  Lomba Cerpen 2: MEMORIES MY SELF

“owalahh, mbak ika? kadose teng kamar pengurus mbak” jelas mbak mbak yang ditabrak nala barusan.

“matur suwun sanget mbak”

“sami sami, meh te sampean? ojo lali syukurane ya mbak ehhehe”

“pangestunipun mbak”

setelah mengobrol panjang kebar denga mbak mbak yang ia tabrak ditangga tadi, nala langsung pergi ke kamar pengurus.

“assalamualaikum mbak ika?” tanya nala hati hati ketika masuk keruang pengurus

“waalaikumsalam, wes siap to? meh mulai saiki juga?” tanya mbak ika memastikan

“enggeh mbak, isyaallah”

setelah matur bu nyai untuk meminta doa dan restu seminggu lalu hari ini nala siap mengikuti tes peringkat dan meminta mbak ika sebagai penguji untuk menyimak hafalannya.

“tes e neng kamar samping wae ya seng sepi” saran mbak ika

“enggeh mbak, nderek mawon”

dan sejurus kemudia mereka sudah pindah kamar samping yang lebih tenang dan kondusif untuk melakukan tes peringkat

“yowes monggo dimulai” pinta mbak ika

“bismillahirrohmannirrohim…….” mulai nala dengan tenang dari mulai juz 1 hingga juz 15

pukul 7 pagi hingga setengah 1 siang nala berhasil menyelesaikan ter peringkat tanpa cacat, tanpa remidi dan cepat. akhirnya, pulang keruma didepan mata. lusa, dia ingin matur bunyai untuk pulang.

………………………………………………………………………………………………………………………………

“assalamualaikum umikkkk” seru nala didepan pintu rumahnya

“waalalaikumsalam, alhamdulillah, akhire pulang juga” nala memeluk uminya yang sangan ia sayangi

“piye nduk tes e? lancar?”

“alhamdulillah umi, berkat doa panjenengan, segala urusan nala dipermudah” umi nala tersenyum dan memeluknya lagi.

nala kemudia menaruh tas dan membersihkan kamarnya yang ia tinggalkan ketika dipesantren. 10 menit kemudian, dia sudah tertidur karena kelelahan akibat perjalanannya dari pesantrennya daerah jogja menuju rumahnya yang ada didaerah bondowoso.

adzan ashar kemudian berkumandang, umi nalapun membangunkan nala unutk sholat asahr berjamaah.

“ndukk, bangun” dielusnya dahi nala dengan jari jari uminya

“emmmmmmm”

“bangun, sholat, wes ashar iki lho”

“enggeh umi, 10 menit melih” tawar nala, dia tidak kuasa atas kantuknya

“durung genep nyowone kok wes iso nawar” uminya terkikik

“hehe, enggeh-enggeh, nala bangun”

diambilnya air wudhu yang dengan cepat menyadarkannya akan kenyataan dunia ini, matanya terbuka, dan dia siap untuk mengerjakan sholat berjamaah dengan uminya.

“assalamualiakum umi” suara seorang laki laki membuyarkan wiridan keduanya

READ  Lomba Cerpen 5: NG-AKU SANTRI

dengan cepat nala lari membuka pintu rumahnya.

“loh, tekan ngomah kapan?” tanya laki-laki itu yang ternyata kakak nala sendiri.

“wau enjang mas” disalimnya tangan kakaknya itu dan mengecupnya.

“sehat kan? alhamdulillah ngono lho nek iseh kelingan dalan omah” sindir kakaknya

nala hanya tersenyum kecut, dia tahu, pilihannya untuk mondok sehabis SMA adalah pilihan yang tidak disukai kakaknya itu, mondok dari MTS hingga MA sudah cukup untuknya menurut kakak nala dan masa kuliah adalah saat dimana waktunya harus dia dedikasikan untuk menjaga ibunya dirumah. untuk itu, sebisa mungkin, kesempatannya pulang dirumah ia gunakan untuk membantu ibunya.

………………………………………………………………………………………………………………………………

“uhuk-uhuk” terdengar suara batuk dari dalam kamar uminya

Seketika nala langsung berlarri kecil mendatangi kamar uminya dan menemukan uminya sudah berbalut selimut yang menutupi seluruh tubuhnya itu.

“umi gerah?” sambil mnegecek suhu didahi uminya menggunakan tangan nala

“cuma nggak enak badan aja” jelas uminya

“mboten enak badan juga namine gerah umi”

“kamu dipondok sampe kapan nduk?” uminya mencoba mengalihkan pembicaraan

nala tersentak, dia paham kemana arah pembicaraan uminya tertuju.

“nggeh pengene dugi rampung Qurane umi” jelas nala sambil tertunduk

“alhamdulillah, mugo-mugo lancar yo nduk”

“amin, tapi umi ampun gerah-gerah melih to” nala mulai khawatir dengan kondisi uminya yang sudah semakin sepuh itu.

“iyo iyo ora” sambil tersenyum, uminya menenangkan.

“nala mendet handuk riyen ngge ngompres umi nggh” ijin nala

diambilnya beberapa obat yang ada dip3k, handuk kecil dan air panas untuk mengkompres uminya didapur.

“wes wayahe nenggomah koe ki” tegur kakak nala yang tiba-tiba mendekatinya didapur

“loh mas, nggak budal kerjo to sampean?” tanya nala yang kaget dengan kemunculan kakaknya itu.

“iki lho tanggal abang”

“owalahhh” jawab singkat nala sambil menggaruk rambutnya yang tidak gatal

“sesok tak sowanke boyong yo kalih bu nyai”

“loh, kok dadakan mas? Quranku durung rampung lho” nala tercengang

“kok yo ra sadar-sadar, delok kae, umi ki wes sepuh. wes butuh didampingi, akhir-akhir iki umi wes sok gerah-gerah”

“sampean kok nggak ngabari aku nek umi sok gerah?”

“piye arep ngabari nek karo umi wae nggak diparengke”

“tapi mas, kan aku iseh pengen ngrampungke Quran” nala memohon benar-benar kepada kakaknya.

READ  Lomba Esai 4: TINGKAT KONSUMSI BULAN RAMADAN MEMICU INFLASI KOMODITAS PANGAN

“mondokmu ket MTS nggak cukup ta?” todong kakaknya

“kan aku nembe mulai ngapalke kuliah mas, nembe wae wingi sakdurunge bali aku tes peringkat, dilit meneh” nala mencari-cari adakah kesempatan untuknya kembali kepesantren lagi.

“iyo, aku paham, tapi aku nggak iso ngopeni umi. mung awakmu, iling awakmu ki anak wedok satu-satunya” sambil mnegelus kepala nala “dipikir-pikir meneh”

nala diam, apa yang dikatakan kakanya benar, sudah saatnya ia dirumah, sudah saatnya dia menjaga permatanya, sudah saatnya ia menjaga surganya.

Nala kemudian pergi berjalan kearah kamar uminya.

“diunjuk riyen umi obatipun” sambil menyodorkan obat yang dia bawa tadi dari daputr

“umi enggal mantun nggeh”sambil diusapnya kompres tadi ke dahi uminya

………………………………………………………………………………………………………………………………

lebaran sudah lewat. dan seminggu lagi saat dimana para santri harus pulang kepesantren. berbeda dengan lainnya, nala hari ini pulang duluan untuk pamit, bukan unutk kembali ataupun menimba ilmu lagi.

nala tak bisa membantah titah kakaknya, semenjak kepergian ayahnya kelas 8 MTS lalu, kakanya menggantikan posisi menjadi seorang ayah dikehiduapn nala. dikeluarga nala. hingga segala urusan biaya dari bangku MTS hingg kuliah ini ditanggung kakaknya seorang diri.

………………………………………………………………………………………………………………………………

tok tok tok

suara ketukan pintu terdengar dari luar ndalem.

“assalamualaikum”

“waalaikumsalam, monggo mlebet riyen” dawuh bu nyai kepada kedua kakak beradik itu untuk masuk ke dalam ndalem.

“ini pasti kakanya nala ya” tanya bunyai

“enggih ibu”

setelah sedikit bercakap-cakap, diutarakknya maksud kedatangan nala yang lebih dahulu dari teman-temannya itu.

“nggak popo, tak sumanggaken anggonmu boyong saiki, ibu pah,, piye maksudte masmu kui. kabeh cita-citamu tetep kudu dijogo, pas nengomah ojo lali dideresi hafalane. pintu pondok iki selalu buka nggo awakmu nduk, kapan wae awakmu pengen balek rene, rene wae”ujar bu nyai menjawab segala hal yang diwakilkan oleh kakanya tadi

nala tertunduk, tangisnya pecah, dia tidak bisa berkata apa-apa lagi.

setelah pamitan di ndalem, nala pergi kekamarnya untuk mengambil sisa barang-barangnya yang masih dipondok. seisi kamar nala yang mengetahui kepergian nala yang mendadak itu mengangis tersedu-sedu, mereka merasa sangat berat ditinggalkan nala yang sangat disayangi oleh banyak orang itu.

……………………………………………………………………………………………………………………………………………………..

air matanya kering diperjalanan dari pesantren kerumahnya. tanpa istirahat, mereka berdua langsung kembali untuk pulang. hati nala perih, harapan yang selama ini ia perjuangkan mulai sirna. ingatannya kemudian akan kepergian mendiang ayahnya ketika MTS dulu menjadi salah satu alasan cita-citanya dilepaskan. nala ingin menjaga uminya hingga akhir hayat.

“assalamualaikum” salam kakak nala setibanya didepan rumah mereka

“waalaikum salam, loh, nala kok baik meneh?” uminya bingung  melihat putrinya kembali lagi.

nala kemudian mneghampiri uminya, memeluknya.

“nala tak sowanke boyong umi” jelas kakaknya

“kok tiba-tiba ngene?” umi nala asedikit kecewa.

nala bangkit  dari pelukan uminya, “nala mpun wayahe teng nggriyo umi, ngurus umi, ngrencangi umi, nala mboten purun kehilangan umi kados nala kehilangan ayah riyen. nala kedah teng sampinge umi kapanpun”

“lha cita-citamu nduk”

“mboten nopo-nopo umi, menawi memang takdire nala saget rampung Quranipun, mangkih mesti onten wayahe” sambil tersenyum, nala yakin didalam hati. suatu saat nanti, jika memang takdirnya. cita-citanya akan menjadi miliknya.

_________________________________

Penulis: tapiokapearls

Komplek: Khodijah

annurngrukem

Admin website. Pengurus Pondok Pesantren An Nur. Departemen Multimedia Bidang Informasi dan Teknologi.

Related Articles

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *

Back to top button
WeCreativez WhatsApp Support
Tim dukungan pelayanan kami siap menjawab pertanyaan Anda. Tanyakan apa saja kepada kami!
Hai, ada yang bisa saya bantu??