Mindset Ikhtiar yang Salah Kaprah
www.annurngrukem.com – Bagi saya, hal yang paling sulit dilakukan di pesantren adalah olahraga. Mbok yakin. Alasannya sederhana. Pertama, karena fasilitas yang terbatas, alasan kedua karena waktu dan yang ketiga adalah godaan tidur pagi yang sulit dihindari. Jika Anda pernah nyantri, pasti Anda tahu kebiasaan buruk yang begitu nikmat itu. Hahaha.
Namun, alasan-alasan itu tiba-tiba pudar saat seorang kawan saya di sebuah grup Ghibah Hasanah mengirimkan sebuah pesan.
“Mohon maaf, saya izin left grup dulu. Mau fokus mengurus kesehatan keluarga dulu. Kemarin, anak saya sakit demam dan tes PCR positif kena Omicron. Mohon doanya ya teman-teman, ” Kata Bu Luluk, ibu dua anak asal Jakarta mengagetkan saya dan teman-teman grup Ghibah Hasanah yang lain.
“Saya juga udah seminggu sakit, Bu. Sepertinya memang lagi musimnya nggregesi. Semoga lekas sembuh dan sehat-sehat semuanya, ya.” Kata kawan saya yang lain menanggapi yang kemudian disusul doa-doa kesembuhan dari kawan yang lainnya lagi.
Selain membaca pesan itu saya juga melihat banyak curhatan ibu-ibu lainnya yang sedang sakit di linimasa Facebook. Sampai-sampai karena banyak masyarakat yang mengeluhkan demam, batuk, pilek, dan tenggorokan sakit atau yang biasa disebut greges oleh masyarakat Jawa, para netizen menetapkan awal Maret adalah Hari Gregesi Nasional.
Melihat banyaknya kawan-kawan saya yang mulai tumbang satu per satu, entah di dunia maya atau kawan di pesantren, saya jadi merasa khawatir, jangan-jangan setelah si A, si B, si C, dan si D selanjutnya saya. Duh.
Untuk mencegahnya, saya putuskan untuk mulai rajin olahraga. Disaat tekad saya sudah bulat, saya bingung mau olahraga apa. Saya belum menemukan olahraga yang pas untuk saya.
Namun saat melihat sebuah postingan Bu Nyai saya di status WhatsApp yang membahas tentang manfaat jalan pagi, saya pun tertarik untuk mengikutinya. Maka dengan lantaran saya jalan pagi, ditambah minum vitamin, rajin-rajin beli jus, saya begitu optimis akan selalu sehat.
Minggu-minggu di awal Maret berjalan aman sentosa. Saya mulai terbiasa melawan kantuk pagi, sekaligus mampu rutin jalan pagi setidaknya satu jam setiap harinya. Saya merasa menjadi orang yang akan selalu sehat. Saya yakin sekali segala virus, mulai dari Covid 19 varian Delta, Omicron sampai anak mantu dan cucunya, akan kalah saat menyerang saya.
Namun, keyakinan itu tiba-tiba pudar karena kesalahan kecil saya. Ceritanya, saat saya ziarah ke luar kota, saya mampir warung lesehan. Seperti biasa menu andalan saya adalah ayam goreng dan sambel mentah. Saya tak menduganya jika ternyata, perut saya tak kuat melawan panasnya sambal mentah itu.
Saya mengalami muntaber sekaligus pusing yang cukup parah meski tak sampai opname. Saya pun tumbang selama seminggu.
Saya harus menelan kekecewaan, dan merasa usaha jalan pagi itu sia-sia. Buat apa olahraga, minum vitamin, makanan sehat jika akhirnya sakit juga? Ah, rasanya begitu sia-sia.
Namun sembari menikmati sakit dan kekecewaan itu, saya jadi sadar, bahwa tak semua hal ada dalam kendali diri saya sendiri. Salah satunya sehat.
Bukan hanya itu, kebanyakan dari kita memang lebih sering menderita karena imajinasi kita sendiri, bukan dengan kenyataan yang ada. Kita sering lupa bahwa sehat, prestasi, karir, hubungan dengan orang lain dan banyak hal lainnya bukanlah kendali kita. Saat kita tak bisa menggapainya, kita kecewa. Depresi, dan mengutuki diri sendiri.
Saat kita mengalami peristiwa hidup, sering kali ada penilaian otomatis yang muncul, dan jika tidak rasional, maka penilaian otomatis ini memicu emosi negatif.
Saya sendiri sering lupa, bahwa yang bisa saya kendalikan di dunia ini hanya ada dua. Yang pertama, pikiran dan yang kedua adalah tindakan saya sendiri. Dan yang lainnya, adalah bonus dari apa yang dilakukan.
Memang, kita diperintahkan ikhtiar untuk mencapai apa yang kita inginkan sebagaimana dalam Al-Quran Surat Ar-Ra’d ayat 11 “ Sesungguhnya Allah tidak tidak mengubah keadaan suatu kaum hingga mereka mengubah keadaan mereka sendiri”.
Namun, tidak setiap yang kita usahakan atau mohonkan akan tercapai sebagaimana kemauan kita. Selain ikhtiar untuk selalu sehat, saya melupakan satu hal penting, yakni tawakal. Memasrahkan segala hal yang saya lakukan kepada Sang Pengatur Alam Semesta. Biarlah Sang Pengatur Alam Semesta yang menentukan hasilnya.
Saya jadi teringat pitutur kuno simbah saya, sek penting dilakoni disik, perkoro hasile iku urusane Gusti!