Esai

2021 VS 2022: Tahun Baru, Perubahan atau Pembubrahan?

www.annurngrukem.com – Dalam dua tahun ini, rentang waktu 2020 sampai 2021 saya sangat jarang sekali sakit. Jikalaupun sakit mungkin tak sampai sehari sakit itu akan hilang lantaran saya minum obat paracetamol atau  vitamin.

Namun akhir di tahun Desember 2021 saya harus mendekam di kamar karena tubuh yang tak mau diajak bersahabat. Batuk yang tak henti-henti, dan kepala yang sangat pusing  membuat saya harus menonaktifkan medsos agar sedikit terhindar dari berita buruk yang membuat kepala saya tambah pusing berkali lipat karena terbawa pikiran.

Tahun 2021 adalah tahun kedua kita hidup was-was, penuh kekhawatiran akan melonjaknya Covid-19 sebagaimana puncaknya di pertengahan tahun lalu. Banyaknya kabar kematian, perputaran roda ekonomi yang begitu seret, ditambah raungan ambulan di jalanan yang tak ada habisnya membuat kita hidup selalu dalam kengerian. Seolah-olah dunia ini akan kiamat saja.

Namun, tahun ini juga adalah tahun penuh kelegaan akan keberhasilan pemerataan vaksin oleh pemerintah, membuat Covid-19 di negeri kita begitu turun drastis. Kita jadi bisa bernafas dengan lega.

 Di sisi lain juga banyak sekali hal-hal buruk yang terjadi di tahun ini. Tentu kita ingat berita seorang gadis yang meminum racun di makam ayahnya karena pacarnya tak mau bertanggung jawab karena telah menghamilinya. Ditambah lagi kasus seorang yang katanya ustadz, pengasuh rumah tahfidz yang memperkosa santri-santrinya. Biadab sekali memang.

Sebagai laki-laki yang berhati Hello Kitty tentu saja berita-berita seperti itu membuat emosi saya terguncang dan membuat pikiran jadi tak tenang. Saya jadi merasa bahwa dunia ini dari hari ke hari semakin menjadi tempat yang tak aman dan tak nyaman.

Kasus-kasus pelecehan seperti itu menodai catatan tahunan di 2021. Dan tentunya menjadi bahan pelajaran bagi kita semua. Bahwa kita tak boleh meremehkan masalah orang lain sekecil apapun. Karena kita tidak tahu apa yang sudah dilalui orang tersebut sebelumnya.  Bisa jadi dibalik senyum seseorang kadang menyimpan duka dan lara mendalam. Yang dibutuhkan hanya support orang sekelilingnya.

READ  Lupa: Beban atau Anugerah?

Namun di akhir tahun 2021 saya cukup bersyukur, sejenak melupakan kebobrokan moral orang-orang di negara kita menyaksikan para kyai saat pemilihan Rais Aam dan ketua umum Nahdlatul Ulama dalam muktamar NU di Lampung berjalan dengan lancar, adem, saling bersalaman, berpelukan, saling rendah hati, memberi contoh perdamaian meski berbeda pendapat.

Rasa adem dan ayem itu ditambah dengan bahagia beberapa hari kemudian atas kemenangan pertandingan sepak bola Timnas Indonesia melawan Malaysia yang berlanjut Singapura dalam Piala AFF 2020. Kemenangan itu membuat  Indonesia lolos melaju ke babak final Piala AFF 2020.

Semua orang ikut berbahagia. Bahkan ada orang tua kawan saya melaksanakan syukuran atas kemenangan itu. Ada juga seorang yang sampai menangis terharu. Ya, hal-hal yang terlihat remeh seperti itu kadang justru bisa mengobati kejenuhan, mengambil jeda dari penatnya permasalahan hidup.

Saya bersyukur setidaknya dua kabar baik itu menjadi penutup  tahun 2021. Ya meskipun akhirnya Indonesia harus kalah saat final bertanding dengan Thailand. Tapi tak apa-apa. Tak terlalu buruk. Dalam pertandingan kalah dan menang adalah hal lumrah. Kita masih bisa melawan balik di Liga Dangdut. Hahahaha.

***

Meski kita tahu akan selalu ada hal buruk di setiap tahunnya, tentu kita semua berharap tahun 2022 bukan hanya sebatas perubahan angka satu menjadi dua, tapi juga perubahan perilaku kita, sikap kita, cara kita memperlakukan orang lain, setidaknya naik satu angka lebih baik.

Saya jadi teringat nasehat guru saya yang mengutip dawuh Imam Ghozali, barangsiapa harinya lebih baik dari kemarin maka beruntung, siapa yang harinya sama dengan kemarin maka merugi, dan siapa yang harinya lebih buruk dari kemarin maka celaka.

READ  Kata Siapa Kita Sudah Merdeka?

Tahun baru akan benar-benar baru jika kita bisa melakukan perubahan. Mengubah kelakuan-kelakuan buruk kita yang lama menjadi lebih baik. Seperti kata budayawan Prie GS, “Tahun baru dengan kelakuan lama sungguh bukan tahun baru. Ia tahun lama yang didaur ulang.”

Mengubah kebiasaan buruk memang bukan hal mudah. Kita harus berjuang mati-matian untuk perubahan itu. Jika sudah berusaha namun sangat sulit, tak masalah. Kita cukup mempertahankan kebiasan-kebiasaan baik kita.

Jangan sebaliknya. Jangan sampai kebiasaan baik kita justru berubah menjadi kebiasaan buruk. Itu bukan perubahan. Kata pak kyai saya, itu namanya pembubrahan!

Rasaya tidak pas jika saya tak mengucapkan kata “selamat” di akhir tulisan ini. Seperti penggalan lirik lagu Last Child, “Akan selalu ada kata selamat dalam kata selamat tinggal” dan begitupun dalam kedatangan. Anggap saja ucapan selamat adalah doa kita agar selalu dalam keselamatan.

Selamat tinggal 2021, selamat datang tahun baru 2022, semoga kita termasuk orang-orang yang beruntung.

Muhammad Ulinnuha

Santri Pondok Pesantren An Nur Bantul. Hobi membaca, menulis, dan menyapu halaman.

Related Articles

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *

Back to top button
WeCreativez WhatsApp Support
Tim dukungan pelayanan kami siap menjawab pertanyaan Anda. Tanyakan apa saja kepada kami!
Hai, ada yang bisa saya bantu??