Cerita Mini Santri 1
Goblok Dibawa Mati
Di suatu pesantren, ada seorang santri yang gobloknya gak ketulungan. Karena sadar dia begitu bodoh dan sulit memahami pelajaran pesantren, dia memutuskan untuk tidak mengaji dan hanya khidimah saja. Dia berkhidmah dengan begitu cekatan dan sat-set.
Saat Pak Kyai ingin ngopi, ia dengan sigap akan membuatkan kopi. Saat Pak Kyai merokok, dengan sigap ia akan mengambilkan asbak. Saat Pak Kyai ingin mandi, ia akan dengan sigap menimba dan mengisi kolahnya.
Suatu saat setelah mengabdi 10 tahun, santri itu meninggal karena keselek sayur terong. Setelah pemakaman, Malaikat Munkar dan Malaikat Nakir datang dan bertanya padanya.
“من ربّك؟ (Siapa Tuhanmu?)” tanya Malaikat.
Bukannya dijawab, santri itu malah tertawa dengan begitu keras.
“Whahahahahahahahahah!”
Melihat si Santri tertawa, Malaikat Munkar Nakir malah bingung.
“Heh Malaikat! kamu ini gimana? di mana-mana kalo tanya itu sama yang pinter. Saya ini nggak pernah ngaji. Di pondok hanya khidmah.” tambah santri itu.
“Lah yang pinter siapa?” tanya kedua Malaikat.
“Itu, yang diatas,” katanya menunjuk arah atas sembari cengengesan. Ternyata yang maksudnya adalah pak kyainya yang sudah mau pulang. Karena kasyaf, Pak Kyai didatangi dua malaikat.
“Pak Kyai, katanya santri Anda, kami disuruh tanya orang yang pinter. Katanya yang pinter itu Anda.” sapa Malaikat.
“Owalah ya ya monggo.” jawab Kyai sembari menahan sebal.
Pak Kyai pun ditanya malaikat untuk mewakili si santri dengan bermacam-macam pertanyaan hisab Alam Kubur. Akhirnya setelah selesai, Pak Kyai agak marah lalu kembali mengunjungi kuburan santrinya.
“Owalah Cung.. Cung… GOBLOK seko lahir kok digowo tekan mati!”
*Nb: diambil dari cerita Gus Baha’ saat kajiannya.
Pengen Kerja Jadi Kyai
Beberapa minggu lalu, santri TPQ bernama Runako tiba-tiba mendekati saya setelah mengaji.
“Kang… Kang kalo mau daftar kerja itu gimana tho caranya?” tanyanya membuat kaget saya.
“Hah? Runako kerja mau buat apa?” tanya saya.
“Mau kerja biar bisa beli motor kecil Kang.” jawabnya lalu tersenyum.
“Lah kan belum cukup umur kalo kerja.” jawab saya.
“Gak papa Kang. Kalo daftar kerja itu bayar ya, Kang?”
“Ya tergantung kerja apa. Jadi guru ngaji aja Runako.” jawab saya.
“Wehh emang jadi guru ngaji gajinya berapa, Kang?” tanya Runako, ragu dengan jawaban saya.
“Guru ngaji itu pegawainya Allah. Jadi sudah jelas melebihi gaji pegawai negeri atau guru PNS.”
Entah anak itu paham atau tidak. Dia berpikir sambil menganggukkan kepalanya.
“Oh mobil yang banyak itu, mobilnya Pak Kyai ya, Kang?” Tanyanya sembari menunjuk jendela arah Pendopo Rusunnawa. Terlihat Pendopo Rusunnawa dikelilingi banyak mobil para dzuriyah.
“Iya.” jawab saya.
“Yaudah Kang aku mau jadi guru ngaji aja.”
“Berarti ngajinya harus rajin, berangkat terus!”
“Jelas aku kan rajin Kang! Pokoknya besok kalo sudah lulus TPQ aku mau daftar kerja jadi Kyai aja, Kang!” katanya dengan semangat membuat saya tertawa.
Makam Keren
7 bulan lalu, Pondok An Nur kedatangan santri asal Palembang yang mondok selama 6 bulan. Di akhir perpisahannya, kami mengadakan Ziarah dan Rihlah. Saat sampai di Makam Dongkelan, karena mungkin di rumah mereka jarang sekali melihat makam-makam kuno jawa yang saya kira terlihat seram, mereka malah kagum.
“Wahhh gilaaa, lihat itu makamnya keren-keren,” kata santri bernama Imam.
“Iya oi… gagah-gagah makamnya. Lihat itu makamnya keren dan gagah,” kata Rezi sembari menunjuk makam dengan nisan yang tinggi.
“Keren yang itu, Cuy,” sahut teman lainnya.
“Kalo yang itu jelek, kecil,” kata Salah satu santri.
“Iya jelek kali yang itu,”
Saya yang mendengar mereka hanya bisa tepuk jidat dan ketar-ketir. Takut jika yang punya makam tiba-tiba bangun marah atau malah menyanyi:
“Wong ko ngene, kok dibangding-bandingke,… Saing-saingke…yo mesti kalaah…”
Kan jadi sereem. Hihihihi.